Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perspektif

Melawan Keangkuhan DPR

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan sejumlah hak imunitas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3. Hak imunitas DPR yang dibatalkan itu adalah kewenangan DPR untuk bisa memanggil paksa seseorang dan kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mempidanakan orang yang merendahkan martabat DPR. Kewenangan DPR melakukan pemanggilan paksa ini semula diatur dalam Pasal 73 Ayat (3), Ayat (4), Ayat (5), dan Ayat (6) UU MD3.

Dalam pasal tersebut, DPR berhak melakukan panggilan paksa setiap orang yang tidak hadir setelah dipanggil tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah. Panggilan paksa ini dilakukan dengan menggunakan kepolisian. Dalam menjalankan panggilan paksa, kepolisian dapat menyandera setiap orang untuk paling lama 30 hari. Sedangkan kewenangan MKD mempidanakan orang yang merendahkan martabat DPR semula diatur dalam pasal 122 huruf l UU MD3. Pasal tersebut berbunyi: (MKD bertugas) mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

DPR lupa bahwa pemanggilan paksa dan sandera itu adalah ranah hukum pidana. Sementara proses rapat di DPR bukan bagian dari penegakan hukum pidana. Kewenangan DPR untuk melakukan pemanggilan paksa bisa menimbulkan kekhawatiran yang berujung pada rasa takut setiap orang. Hal itu juga dapat menjauhkan hubungan kemitraan secara horizontal antara DPR dengan rakyat.

Demikian juga dengan posisi MKD. MKD bukanlah alat kelengkapan yang dimaksudkan sebagai tameng DPR untuk mengambil langkah hukum terhadap orang perorangan yang dinilai telah merendahkan martabat DPR atau anggota DPR. Dengan menempatkan MKD sebagai alat kelengkapan yang akan mengambil langkah hukum terhadap orang perorangan yang dinilai merendahkan martabat DPR, maka hal itu tidak lagi sesuai atau sejalan dengan kedudukan MKD. MKD adalah lembaga penegak etik terhadap anggota DPR.

MK juga setuju untuk mengubah ketentuan pasal 245 ayat (1) yang mengatur pemeriksaan anggota DPR harus melalui pertimbangan MKD sebelum mendapatkan izin tertulis dari Presiden. MK menilai pemeriksaan anggota DPR cukup mendapatkan izin Presiden, tanpa harus melalui pertimbangan dari MKD. Penolakan terhadap hak imunitas DPR itu sebenarnya telah terjadi sejak revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang UU MD3, mulai dibahas di Pansus DPR.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top