Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
PERADA

Melawan Ekstremisme Kekerasan Tak Boleh Lelah

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

  • Judul : Menghalau Ekstremisme
  • Penulis : Amin Mudzakkir dkk
  • Penerbit : Wahid Foundation
  • Cetakan : Ke-1 Agustus 2018
  • Tebal : 184 halaman
  • ISBN : 978-602-7891-09-8

Toleransi terus disuarakan lewat penerbitan buku, musik, film, undang-undang, hingga sloganslogan. Seakan semua usaha itu belum cukup, Indonesia masih sering dikagetkan dengan tindakan-tindakan yang menjurus keperpecahan.

Beberapa pekan terakhir muncul pemberitaan mengenai guru yang mendoktrin siswanya untuk anti-Jokowi, pembubaran sedekah laut, dan perdebatan mengenai hak-hak kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Pada kondisi seperti inilah, buku Menghalau Ekstremisme: Konsep dan Strategi Mengatasi Ekstremisme Kekerasan di Indonesia (2018) hadir.

Ini sebagai kontribusi mengembangkan kebijakan terkait isu ekstremisme kekerasan (hlm vi). Buku ini ingin mengingatkan, andai sikap tidak menghargai perbedaan terus dipelihara, dapat memunculkan ekstremisme kekerasan. Tidak ada definisi universal mengenai ekstremisme kekerasan. Namun, kata itu sering merujuk kepada kekerasan fisik yang dilakukan secara sadar demi keuntungan agama, politik, dan ideologi.

Di Indonesia, kekerasan ini terjadi hampir setiap tahun. Kasus terakhir yang sangat memprihatinkan adalah bom Surabaya oleh satu keluarga. Peristiwa ini menunjukkan keluarga dapat membentuk seseorang terpapar ekstremisme kekerasan. Sadar akan pentingnya keluarga dalam membentuk pola berpikir anak, Jerman membentuk program Jaringan Ibu Kehidupan.

Para ibu diakui sumbangsihnya dalam melawan ekstremisme karena mereka memainkan peran penting dalam keluarga (hlm 28). Di luar keluarga, kelompok ekstremisme kekerasan juga menyasar komunitas dan pendidikan, terutama anak-anak muda yang sedang dalam proses mencari jati diri dan tantangan.

Komunitas dan pendidikan menjadi medan pertarungan untuk memperebutkan arah ideologi para pemuda: memilih jalan ekstremisme kekerasan atau kembali kepada jati diri bangsa yang menjunjung tinggi toleransi. Untuk itu, diperlukan komunitas atau ruang pendidikan yang mengedepankan keterbukaan pemikiran dan dialog secara terusmenerus.

Satu contoh inisiatif yang berbasis komunitas di Indonesia adalah jaringan Gusdurian yang menyediakan program dialog anak-anak muda (hlm 31). Untuk mengetahui perkembangan ekstremisme kekerasan di Indonesia, berbagai lembaga menyurvei. Sejak tahun 2008, Wahid Foundation mencacat pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan selalu muncul setiap tahun, meskipun dengan dinamika yang berbeda (hlm 102).

Pelanggaran ini justru semakin meningkat meskipun kebebasan berpendapat sudah dijamin UU. Untuk itu diperlukan kembali penguatan hukum untuk melawan tindakan-tindakan intoleran. Masyarakat harus mulai memahami bahwa tindakan-tindakan kekerasan hanya akan merusak keharmonisan. Masyarakat dan pemerintah tidak boleh lengah karena yang dipertaruhkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kebinekaan Indonesia harus dipertahankan. Maka, pemerintah dan masyarakat sipil harus bahu-membahu menangkal kelompok ini agar tidak berkembang (hlm 127). Ekstremisme kekerasan telah menjadi masalah serius bukan hanya Indonesia, tapi juga negara-negara lain, seperti Inggris dan Jerman.

Perkembangan ekstremisme dua negara itu tidak dapat dilepaskan dari gelombang imigrasi yang membanjiri Eropa dan masalah status kewarganegaraan kaum imigran (hlm 139). Tiap-tiap negara mempunyai caranya sendiri untuk menghalau ekstremisme. Namun mengingat masalah yang dihadapi cenderung mirip, diperlukan kerja sama dan dialog antarnegara.

Masalah ini harus diatasi bersama karena menyangkut hak asasi manusia. Ekstremisme kekerasan perlu dilawan dengan berbagai cara dan usaha tanpa lelah, tentunya dengan tetap memperhatikan undangundang dan hak orang lain.

Diresensi Sarah, MahasiswiPendidikan Sosiologi UNJ

Komentar

Komentar
()

Top