Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Masalah Hukum di Hulu dan Hilir

Foto : ISTIMEWA

Romli Atmasasmita - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran

A   A   A   Pengaturan Font

Oleh: Romli Atmasasmita

Sistem Peradilan Pidana (SPP) mengikuti UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Di dalam SPP tersebut proses peradilan pidana dimulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai dengan pemeriksaan sidang pengadilan dan eksekusi dari putusan pengadilan. Kemungkinan perkara dihentikan sangat tipis sekalipun KUHAP telah mengatur ketentuan Surat Penghentian Penyidikan Perkara( SP3) dan Surat Penghentian Penuntutan Perkara (SKP).

Proses peradilan pidana menurut KUHAP bertujuan menemukan kebenaran sesungguhnya (materiel) dari suatu perkara pidana dan membuat terang tentang perbuatan yang didakwakan dan menetapkan siapa yang bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan serta berapa lama hukuman yang harus dijalani terhukum.

KUHAP tidak mempersoalkan seberapa besar efek jera yang dirasakan terhukum bahkan selama terhukum menjalani hukumannya. Demi semata-mata menemukan kebenaran materiil suatu perkara, tujuan memberikan efek jera pada pelaku tindak pidana; KUHAP tidak mempertimbangkan secara sungguh-sungguh efektivitas dan efisiensi penggunaan hukum pidana untuk mencapai keseimbangan antara kepastian dan keadilan dan antara keduanya dengan kemanfaatan baik bagi pelaku, korban, maupun masyarakat luas utamanya negara.

Pertimbangan filosofis yang mendasari sistem hukum acara peradilan pidana tidak berbeda dengan hukum pidana yaitu filosofi positivisme yang hanya mengutamakan pembalasan dengan tujuan membuat pelaku jera dan orang lain tidak akan meniru perbuatan pelaku; tidak ada yang lain.

Namun demikian, keberhasilan dari proses peradilan pidana selalu digantungkan kepada seberapa banyak perkara yang ditangani kejaksaan dan kepolisian serta seberapa banyak pelaku kejahatan yang dipenjara- lebih mengutamakan aspek kuantitas dari kualitas proses peradilan pidana itu sendiri, sehingga pernah kita ketahui aspek kuantitas perkara dijadikan salah satu syarat kenaikan pangkat/jabatan di kejaksaan, akan tetapi kemudian ditiadakan.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top