Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Manusia Purba Neanderthal Memiliki Pola Makan Karnivora

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Apa yang dimakan nenek moyang kita masih menjadi perdebatan. Beberapa penelitian menunjukkan diet nenek moyang kita menganut pola omnivora, namun hasil penelitian terbaru menunjukkan diet makanan karnivora.

Sebuah tim ilmuwan dari Le Centre National de la Recherche Scientifique (CNRS) atau Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Prancis, yang bekerja sama dengan rekan-rekan dari beberapa lembaga ilmiah di Jerman, baru saja menerbitkan sebuah studi baru tentang praktik diet Neanderthal.

Neanderthal adalah anggota genus Homo yang telah punah dan berasal dari zaman Pleistosen. Spesimennya ditemukan di Eurasia, dari Eropa barat hingga Asia tengah dan utara. Spesies ini dinamakan Neandertal sesuai dengan lokasi tempat pertama kali ditemukan di Jerman, Neandertal atau Lembah Neander.

Manusia purba ini diklasifikasikan sebagai subspesies manusia (Homo sapiens neanderthalensis) atau spesies yang berbeda (Homo neanderthalensis). Jejak proto-Neanderthal pertama muncul di Eropa antara 600.000-350.000 tahun yang lalu.

Cara peneliti menemukan diet atau pola makan adalah dengan teknik dengan mempelajari tanda-tanda kimia dari email gigi kuno. Dari hasil analisa mereka dapat menentukan bahwa Neanderthal yang tinggal di sebuah gua di Semenanjung Iberia selama periode Paleolitik Tengah (Middle Paleolithic) atau sekitar 50.000 tahun yang lalu, ternyata mereka mengkonsumsi makanan karnivora yang ketat.

Meski bukan studi pertama tentang diet Neanderthal, namun hal ini merupakan penemuan yang unik dan penting. Hasil dari penciptaan metodologi analitis berdasarkan tanda-tanda kimia dari email gigi dapat digunakan untuk mencari rincian tentang pola makan dan gaya hidup Neanderthal yang tinggal di tempat lain di Eurasia di masa lalu yang terpencil.

Para ilmuwan CNRS dalam makalah yang diterbitkan di jurnal PNAS, menulis banyak proyek penelitian telah diluncurkan untuk mempelajari pola makan dan kebiasaan makan Neanderthal, tetapi yang mereka temukan hasilnya bertentangan.

"Tidak heran sampai kini diet Neanderthal adalah topik perdebatan yang terus berlanjut, terutama karena hilangnya mereka sering dikaitkan dengan strategi subsisten mereka," tulis para ilmuwan CNRS. "Tidak ada konsensus yang jelas tentang bagaimana variabel diet mereka dalam ruang dan waktu," lanjut penelitian tersebut.

Seperti yang diakui oleh para peneliti CNRS, pengujian konvensional rasio isotop nitrogen umumnya mendukung gagasan, makanan Neanderthal secara eksklusif adalah karnivora. Namun, pada beberapa penelitian yang menunjukkan indikasi jelas bahwa setidaknya beberapa Neanderthal adalah omnivora.

Sebagai contoh, ada sebuah studi pada 2014 yang diterbitkan di Science yang menganalisis fosil kotoran Neanderthal yang ditemukan di situs El Salt di Alicante di Spanyol selatan. Kotoran berusia 50.000 tahun ini mengandung senyawa terkait kolesterol yang berasal dari sumber makanan nabati secara eksklusif.

Bukti Rasio Isotop Seng

Metode tradisional untuk menentukan diet hominin purba membutuhkan ekstraksi protein dari kolagen tulang. Protein ini mengandung isotop nitrogen, yang bertindak sebagai sinyal kimia yang dapat dikaitkan dengan pilihan makanan individu tersebut.

Dalam studi terbaru ini, para ilmuwan CNRS dan rekan Jerman mereka memeriksa geraham Neanderthal yang ditemukan dari situs arkeologi Gua Gabasa di Spanyol utara. Mereka mengikuti garis dasar yang sama dari protokol penelitian normal, tetapi dalam hal ini peneliti CNRS Klevia Jaouen dan rekan-rekannya mengganti pengukuran rasio isotop seng dengan pengukuran isotop nitrogen.

Memodifikasi prosedur lebih lanjut, mereka mengambil pengukuran ini bukan dari sampel kolagen tulang, tetapi dari lapisan email gigi. Lapisan luar gigi hominin ini terbuat dari kalsium fosfat, mineral superkeras yang tahan terhadap pembusukan dan degradasi.

"Pembuatan email juga dipengaruhi oleh pilihan makanan, dan rasio isotop seng yang diukur di dalam email menawarkan kemungkinan menarik untuk mengungkap apa yang akan dimakan Neanderthal ribuan tahun yang lalu," kata Jaouen.

Metode seperti itu untuk melacak preferensi makanan Neanderthal yang telah lama meninggal dan belum pernah dicoba sebelumnya. Tetapi para peneliti CNRS tahu bahwa diet karnivora harus menghasilkan proporsi isotop seng yang relatif rendah di gigi dan tulang, dan itulah yang mereka temukan dalam analisis mereka terhadap geraham Paleolitik Tengah.

Untuk tujuan perbandingan, mereka menggunakan metodologi yang sama untuk mempelajari rasio isotop seng pada gigi dan tulang yang dipulihkan dari hewan herbivora dan karnivora dari area dan periode waktu yang sama. Hasil dari semua tes menunjukkan Neanderthal pemilik gigi itu pastilah seorang pemakan daging yang tidak melengkapi makanan mereka dengan jenis buah atau sayuran apa pun.

Patahan tulang hewan yang ditemukan di lapisan penggalian yang sama yang menghasilkan geraham menunjukkan bahwa individu ini memang makan sumsum tulang selain daging, tetapi di luar itu tidak ada indikasi makanan lain yang telah dikonsumsi. Hasil analisis isotop seng telah membuktikan hal itu dan mereka berencana menggunakannya untuk menganalisis tulang dan gigi Neanderthal yang ditemukan di situs Eropa lainnya.

Neanderthal mungkin sebenarnya lebih menyukai diet karnivora. Tetapi beberapa kelompok dapat dipaksa oleh keadaan geografis, ekologis, atau klimatologis untuk menyesuaikan pola makan mereka dengan lanskap yang mereka tempati. Mungkin juga budaya Neanderthal pada dasarnya beragam, membuat beberapa kelompok memilih makanan model omnivora. hay/I-1

Diet Tergantung yang Tersedia di Lingkungan

Sebuah kelompok pemburu-pengumpul modern yang dikenal sebagai Hadza di Tanzania, telah mengajarkan para ilmuwan tentang diet omnivora. Dari studi terlihat pola makan nenek moyang sesuai dengan apa yang tersedia di lingkungannya.

Herman Pontzer, seorang antropolog evolusioner di Duke University dan penulis Burn, sebuah buku tentang ilmu metabolisme, mengatakan bahwa setiap orang saat ini hidup dari pola makan banyak daging adalah mitos. Studi menunjukkan bahwa daripada diet tunggal, kebiasaan makan orang prasejarah sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti iklim, lokasi, dan musim.

Dalam Tinjauan Nutrisi Tahunan 2021, Pontzer dan rekannya Brian Wood dari University of California, Los Angeles, menjelaskan apa yang dapat dipelajari tentang kebiasaan makan nenek moyang manusia dengan mempelajari populasi pemburu-pengumpul modern seperti Hadza di Tanzania utara dan Ache di Paraguay.

Dalam sebuah wawancara dengan Knowable Magazine, Pontzer menjelaskan apa yang membuat makanan musiman dan beragam di Hadza begitu berbeda dari gagasan populer tentang makanan kuno.

Pontzer, mengatakan orang-orang telah mengembangkan banyak versi berbeda, tetapi diet Paleo asli cukup banyak daging. Saya akan mengatakan hal yang sama berlaku untuk diet Paleo yang dominan saat ini sebagian besar sangat banyak daging dan rendah karbohidrat, meremehkan hal-hal seperti sayuran bertepung dan buah-buahan yang hanya akan tersedia secara musiman sebelum pertanian.

Ada juga kubu yang lebih ekstrem di dalamnya yang mengatakan bahwa manusia dulunya hampir seluruhnya adalah karnivora pemakan daging. Tapi makanan nenek moyang sangat bervariasi karena berevolusi dari pemburu-pengumpul. Mereka mengumpulkan makanan apa pun yang ada di lingkungan lokal.

Manusia memang strategis tentang makanan apa yang mereka kejar, tetapi mereka hanya bisa menargetkan makanan yang ada di sana. Jadi ada banyak variasi dalam apa yang dimakan pemburu-pengumpul tergantung pada lokasi dan waktu dalam setahun.

Hal lain adalah sebagian karena variabilitas itu, tetapi juga sebagian hanya karena preferensi orang, ada banyak karbohidrat di sebagian besar makanan pemburu-pengumpul.

"Banyak dari masyarakat skala kecil ini juga memakan sayuran umbi-umbian seperti umbi-umbian, dan itu sangat banyak mengandung pati dan karbohidrat. Jadi gagasan bahwa diet kuno akan rendah karbohidrat tidak sesuai dengan bukti yang ada," ujar Pontzer dalam wawancara dengan laman Smithsonian Magazine.

Menurut dia ada beberapa alasan semacam romantis seperti apa berburu dan meramu itu. Pada 1900-an, dan bahkan sebelumnya, banyak laporan etnografis ditulis oleh laki-laki yang fokus pada pekerjaan laki-laki. Secara tradisional itu akan lebih fokus pada berburu daripada mengumpulkan karena cara banyak masyarakat skala kecil ini membagi pekerjaan mereka yang menekankan bahwa tugas pria berburu dan tugas perempuan mengumpulkan makanan.

Selain itu, data etnografi yang tersedia sangat condong ke budaya yang sangat utara, seperti budaya Arktik yang cenderung lebih makan daging. Bagi mereka yang berada di iklim hangat budaya yang dikembangkan adalah bercocok tanam. Namun nenek moyang bervariasi.

"Populasi yang tinggal di dekat laut dan sungai yang bergerak memakan banyak ikan dan makanan laut. Populasi yang tinggal di daerah berhutan atau di tempat-tempat yang kaya akan vegetasi berfokus pada memakan tumbuhan," ujar dia.

Dari sis bukti jenis makanan karbohidrat kurang cukup bukti karena tidak tahan lama. Oleh karenanya ada juga bias terhadap perburuan dalam catatan arkeologi. Alat-alat batu dan tulang-tulang yang terpotong menjadi bukti perburuan terpelihara dengan sangat baik, sementara tongkat kayu dan sisa-sisa tanaman tidak. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top