Lebih Rendah 106 Meter
Foto: Wikimedia CommonsSamudera Hindia memiliki sebuah anomali dibandingkan dengan lautan lain di Bumi. Di sini terdapat lubang gravitasi (gravity hole), sebuah wilayah di laut yang memiliki tarikan gravitasi lemah, sehingga permukaannya lebih rendah dari rata-rata.
Foto: JULIEN DE ROSA/AFP
Pada wilayah lubang gravitasi tinggi permukaan air laut di sana 106 meter lebih rendah daripada di tempat lain di Bumi. Luas lubang yang ditemukan pada 1948 ini membentang seluas 3,1 juta kilometer persegi dan terletak 1.200 kilometer di barat daya India.
Geoid rendah terbentuk sekitar 20 juta tahun yang lalu, menurut perhitungan tim. Geoid sendiri adalah bidang ekuipotensial medan gaya berat bumi yang berimpit dengan muka laut rata-rata global, yang digunakan sebagai bidang acuan untuk penentuan posisi vertikal atau tinggi suatu titik di permukaan Bumi.
Sulit untuk mengatakan apakah hal itu akan hilang atau bergeser. “Itu semua tergantung pada bagaimana anomali massa di Bumi ini bergerak,” kata salah satu penulis studi Attreyee Ghosh, seorang ahli geofisika dan profesor madya di Pusat Ilmu Bumi di Institut Sains India, dikutip dari CNN.
“Bisa jadi anomali ini bertahan untuk waktu lama. Namun, bisa juga pergerakan lempeng akan bertindak sedemikian rupa sehingga anomali ini menghilang beberapa ratus juta tahun ke depan,” imbuh dia.
Huw Davies, seorang profesor di School of Earth and Environmental Sciences di Cardiff University di Inggris, mengatakan penelitian ini lubang gravitasi tentu sangat menarik, dan menggambarkan hipotesis menarik, yang seharusnya mendorong penelitian lebih lanjut tentang topik ini, ujar dia yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Dr Alessandro Forte, seorang profesor geologi di University of Florida di Gainesville yang juga tidak terlibat dalam penelitian ini, percaya ada alasan bagus untuk melakukan simulasi komputer guna menentukan asal geoid rendah Samudra Hindia. Menurut dia penelitian ini merupakan perbaikan dari penelitian sebelumnya.
“Penelitian sebelumnya hanya mensimulasikan turunnya material dingin melintasi mantel, alih-alih menyertakan juga semburan mantel panas yang naik. Tapi ada beberapa kekurangan dalam pelaksanaan penelitian tersebut,” ucap dia.
Forte menerangkan masalah paling menonjol dengan strategi pemodelan yang diadopsi oleh para penulis adalah bahwa strategi tersebut sama sekali gagal mereproduksi semburan mantel dinamis yang kuat yang meletus 65 juta tahun lalu di bawah lokasi Pulau Réunion saat ini.
“Letusan aliran lava yang menutupi separuh anak benua India saat ini menghasilkan Deccan Traps yang terkenal, salah satu fitur vulkanik terbesar di Bumi telah lama dikaitkan dengan semburan mantel kuat yang sama sekali tidak ada dalam simulasi model.”
Masalah lain, imbuh Forte, adalah perbedaan antara geoid atau bentuk permukaan, yang diprediksi oleh simulasi komputer dan yang sebenarnya. Perbedaan ini terutama terlihat di Samudra Pasifik, Afrika, dan Eurasia. hay/I-1
Berita Trending
- 1 Hati Hati, Banyak Pengguna yang Sebarkan Konten Berbahaya di Medsos
- 2 Buruan, Wajib Pajak Mulai Bisa Login ke Coretax DJP
- 3 Ayo Terbitkan Perppu untuk Anulir PPN 12 Persen Akan Tunjukkan Keberpihakan Presiden ke Rakyat
- 4 Cegah Pencurian, Polres Jakbar Masih Tampung Kendaraan Bagi Warga yang Pulang Kampung
- 5 Tanda-tanda Alam Apa Sampai Harimau Sumatera Muncul di Pasaman dengan Perilaku Unik