Lebih dari Setengah Penurunan Pertumbuhan Global akibat Melemahnya Produktivitas
Dana Moneter Internasional / International Monetary Fund (IMF)
Foto: antaraJAKARTA– Dana Moneter Internasional (IMF) melalui Direktur Pelaksananya, Kristalina Georgieva, menyampaikan peringatan mengenai kondisi ekonomi global yang diperkirakan tumbuh rendah pada tahun depan.
Hal itu dipicu beban ekonomi yang ditanggung negara-negara di dunia saat menangani masa krisis pandemi Covid-19 hingga konflik atau peperangan di berbagai belahan dunia yang tak kunjung berakhir.
Berbagai faktor itu mengakibatkan tekanan inflasi tinggi beberapa tahun terakhir, fragmentasi perdagangan global, hingga besarnya risiko resesi.“Masalah utama yang dihadapi ekonomi global pada 2025 adalah pertumbuhan yang rendah,”kata Georgieva seperti dikutip dari akun Instagram-nya, Rabu (11/12).
Ia mengakui berbagai negara dunia sudah menghabiskan beberapa tahun terakhir untuk menangani masalah tersebut, dan terbukti berhasil membuat ekonomi global menunjukkan ketahanan yang tinggi saat ini.
Namun, efek dari penanganan berbagai masalah itu menyebabkan tekankan beban utang global saat ini terus meningkat saat melambatnya pertumbuhan ekonomi,diperburuk dengan tren semakin rendahnya produktivitas dunia.
“Lebih dari setengah penurunan pertumbuhan global dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh melemahnya produktivitas,” kata Georgieva.
Kunci menghadapi perlambatan ekonomi dan tingginya tekanan utang, jelasnya, adalah semua pihak harus benar-benar fokus untuk penciptaan lapangan kerja ataupun kewirausahaan, serta investasi pada para pekerja.
Selain itu, reformasi seperti mengurangi rantai birokrasi, mengurangi hambatan kompetisi, dan mempercepat digitalisasi hanyalah beberapa cara untuk meningkatkan produktivitas, meningkatkan keterampilan, dan mempercepat transformasi ekonomi.
Georgieva mengingatkan permasalahan produktivitas yang harus diselesaikan dengan kewirausahaan maupun investasi pada pekerja tidak bisa hanya diselesaikan oleh pemerintah atau pembuat kebijakan, sektor swasta juga wajib mengambil peran bila tak mau ekonomi terus menunju tren perlambatan.
“Pembuat kebijakan tidak bisa melakukannya sendirian. Sektor swasta memiliki peran penting, yaitu menyediakan modal dan inovasi. Pada 2025, mari kita tingkatkan ambisi kita untuk mencapai pertumbuhan yang lebih baik, penciptaan lapangan kerja yang lebih baik, dan lebih banyak peluang bagi masyarakat di seluruh dunia,” paparnya.
IMF juga memperkirakan pertumbuhan global menjadi 3,2 persen pada 2025, lebih rendah sepersepuluh poin dari perkiraan pada bulan Juli. Sementara pertumbuhan jangka menengah diperkirakan akan merosot menjadi 3,1 persen dalam lima tahun ke depan, jauh di bawah tren sebelum pandemi.
Rantai Pasok Terhambat
Pengamat kebijakan publik Fitra, Badiul Hadi, mengatakan kondisi ekonomi saat ini memang tidak lepas dari kombinasi krisis karena pandemi, geopolitik global yang tidak berkesudahan dan fragmentasi perdagangan global.
“Hal ini berdampak pada ketidakpastian dan hambatan pada rantai pasok lintas negaranya,” kata Badiul.
Tingginya inflasi beberapa tahun terakhirtidak lepas dari kegagalan kebijakan moneter dalam menyeimbangkan inflasi dan pertumbuhan. Di sisi lain, subsidi besar-besaran dan dan stimulus ekonomi menyebabkan pembengkakan utang pemerintah di banyak negara.
Bagi negara-negara berkembang, dampaknya saat ini adalah jatuh tempo pembayaran utang. “Situasi ini diperparah oleh rendahnya produktivitas global, dan rendahnya investasinya di pendidikan dan ketenagakerjaan,”papar Badiul.
Dihubungi secara terpisah, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya, YB. Suhartoko, mengatakan ekonomi tahun 2025 diperkirakan akan mengalami perlambatan, akibat persoalan geopolitik yang belum jelas kapan akan berakhir dan meningkatnya eskalasi konflik di timur tengah.
Selain itu, kebijakan ekonomi dan politik di AS di bawah Presiden Trump ikut menyumbang ketidakpastian dan peningkatan risiko global. “Diperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia menurun, suku bunga pasar uang di AS meningkat sehingga potensi capital outflow meningkat karena tren penguatan dollar AS pada 2025.
Sementara itu, ekonom Celios, Nailul Huda, mengatakan hal yang paling penting adalah meningkatkan produktivitas dan kualitas sumber daya manusia sehingga bisa menghasilkan barang dengan nilai tambah tinggi, terutama dari sektor teknologi.
“Beberapa tahun ke depan, sektor teknologi bisa menjadi game changer. Produktivitas masih memegang peranan penting, namun kualitas akan menjadi tujuan utama negara-negara maju,” katanya.
Kualitas sumber daya manusia (SDM) itu jangan hanya dari pendidikan, namun juga dari sisi psikologisnya seperti kondisi tempat kerja hingga mental dari SDM-nya sendiri.
Dari Yogyakarta, pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, mengatakan Indonesia dapat keluar dari tekanan tersebut dengan langkah strategis yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan peningkatan produktivitas nasional.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Pemerintah Sosialisasikan Hasil COP29 Sembari Meluncurkan RBC-4
- 2 Regulasi Baru, Australia Wajibkan Perusahaan Teknologi Bayar Media Atas Konten Berita
- 3 RI Harus Antisipasi Tren Penguatan Dollar dan Perubahan Kebijakan Perdagangan AS
- 4 Segera diajukan ke Presiden, Penyederhanaan Regulasi Pupuk Subsidi Masuk Tahap Final
- 5 Jika Alih Fungsi Lahan Pertanian Tak Disetop, Indonesia Berisiko Krisis Pangan