Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pemerintah

Larangan Ekspor Tembaga Paksa Pengusaha Bangun Industri Pengolahan

Foto : ANTARA/JOJON

Seorang TKA berjalan dekat area tungku pembakaran nikel sebuah perusahaan smelter di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, baru-baru ini.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Larangan ekspor tembaga diyakini akan dapat mendorong pengusaha tambang segera membangun industri pengolahan di dalam negeri. Ketika larangan ekspor diterapkan pengusaha dipastikan tidak ingin merugi sehingga mereka mau tidak mau akan mengusahakan untuk membangun smelter atau fasilitas pemurnian.

"Begitu (ekspor) dilarang akan bermunculan pengusaha atau investor yang bergerak di bidang hilirisasi terutama yang akan diusahakan para perusahaan tambang tadi karena kalau larangan diterapkan, mereka pasti tidak mau rugi, dipaksa untuk mengusahakan smelter," kata pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, saat dihubungi di Jakarta, Senin (16/1).

Seperti dikutip dari Antara, Fahmy menuturkan keyakinan tersebut didasarkan pada kasus larangan ekspor bijih nikel yang diterapkan sejak awal 2020.

Melalui kebijakan hilirisasi tersebut, nilai ekspor nikel tumbuh berkali lipat dari hanya sekitar 3 miliar dollar AS atau 46,5 triliun rupiah (kurs 15.500 rupiah per dollar AS) pada 2017-2018 menjadi 20,9 miliar dollar AS atau sekitar 323 triliun rupiah pada 2021. "Saya kira pengalaman di nikel sudah terbukti," ujarnya.

Fahmy menilai keputusan Jokowi untuk melarang ekspor mineral mentah, mulai dari nikel, dan akan berlanjut pada bauksit dan komoditas lainnya termasuk tembaga, merupakan langkah berani, tepat dan strategis dilakukan.

Memakan Waktu Lama

Ia mengatakan meski Presiden Jokowi tahu betul akan kalah jika nantinya kembali digugat ke WTO soal larangan ekspor, namun langkah tersebut justru tetap dilakukan untuk bisa segera mendorong penciptaan nilai tambah atas kekayaan mineral Indonesia. Pasalnya, proses gugatan akan memakan waktu sekitar dua tahun dan jika kalah, proses banding akan memakan waktu hingga sekitar tiga tahun.

"Jokowi tahu pasti akan kalah kalau digugat di WTO. Dia pasti tahu. Tetapi, Jokowi memperhitungkan proses pengaduan sampai dengan inkrah putusan itu butuh waktu sekitar 4-5 tahun. Taruhlah lima tahun. Nah dalam waktu lima tahun ini bisa digunakan untuk mendorong smelter tadi bermunculan," katanya.

Keputusan melarang ekspor mineral mentah juga dinilai sebagai bentuk nasionalisme yang kembali dibangkitkan setelah terkubur di era Soekarno.

Larangan ekspor mineral untuk hilirisasi setidaknya punya dua tujuan yaitu meningkatkan nilai tambah di dalam negeri serta mendorong pengembangan ekosistem berbasis dari hulu ke hilir, salah satunya yakni ekosistem kendaraan listrik.

"Dalam konstitusi disebutkan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan kemakmuran pengusaha dan negara barat. Caranya ya dengan melarang ekspor untuk menaikkan nilai tambah tadi dan meningkatkan kemakmuran rakyat," kata Fahmy.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top