Lahan Mahal, Target Ruang Terbuka Hijau Sulit Tercapai
M inim RTH l Suasana pemukimam Jakarta yang kurang terbuka hijau di Jakarta Selatan, Rabu (7/3). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta menambah ruang terbuka hijau (RTH) Sebab, RTH di Jakarta masih minim dan jauh dari angka ideal, yakni 30 persen dari luas wilayah.
Foto: KORAN JAKARTA / Muhaimin A UntungPemprov DKI tidak bisa menggantungkan APBD jika ingin memenuhi target Ruang Terbuka Hijau (RTH).
JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pesimistis bisa memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) sesuai ketentuan hingga 30 persen. Sebab, pihaknya kesulitan membebaskan lahan untuk RTH karena harga lahannya semakin tinggi.
"Kalau RTH sampai 30 persen, masih jauh sekali. Dalam RPJMD kita, baru ditargetkan 250 hektare penambahan RTH. Jadi, masih jauh tercapainya. Setiap tahun, kita targetkan menambah RTH seluas 50 hektar," ujar Kepala Dinas Kehutanan DKI Jakarta, Djaffar Muchlisin, di Balai kota, Jakarta Pusat, Rabu (7/3).
- Baca Juga: Bogor Percepat Penyerahan Fasos Fasum
- Baca Juga: Satpol PP DKI Turunkan 3.838 Personel Amankan Pilkada
Pihaknya mengaku akan mengupayakan target pengadaan lahan untuk RTH bisa tercapai. Namun, akunya, jumlah itu pesimis tercapai karena harga tanah di ibukota semakin membengkak dari tahun ke tahun. Tahun 2018 ini, pihaknya 1menganggarkan 1,95 triliun rupiah untuk pembebasan lahan bagi RTH.
"Target tertinggi kita 50 hektare, dengan anggaran 1,95 triliun. Kalau dengan harga 4 juta rupiah per meter rata-rata, kemungkinan 50 hektar bisa tercapai. Tapi rata-rata perkembangan harga di Jakarta pesat sekali," katanya.
Padahal, ungkapnya, pembuatan RTH tidak bisa dilakukan dengan pembebasan lahan semata. Setelah dibebaskan, lahan itu perlu ditata, dibangun, hingga ditanami pohon agar berfungsi sebagai RTH yang dibutuhkan masyarakat Jakarta.
Djaffar menegaskan, pihaknya membutuhkan anggaran tambahan untuk membangun dan menata tanah yang dibebaskan itu.
Sejak 2017, ungkapnya, ada 500 titik tanah yang diusulkan untuk dibebaskan melalui Dinas Kehutanan. Namun, ke-500 bidang lahan ini belum dilakukan pembayaran. Pihaknya mengatakan harus memverifikasi dokumen tanah untuk kemudian diajukan kepada Gubernur DKI Jakarta.
"Semua permohonan ada 500 titik sejak 2017 akhir. Yang sudah disurvei ada 176 titik.
Sedangkan, lanjut Djaffar , yang sudah dilakukan musyawarah ada 11 lokasi. Tapi kita belum berikan SPH (surat pelepasan hak), belum dilakukan pembayaran. Karena kita harus hati-hati. Takutnya nanti, kalau ini sudah beres nanti ada yang komplain," tegasnya.
Djaffar pun meminta agar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lain turut serta membuat program untuk menambah RTH di Jakarta. Salah satunya program Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Namun, pembuatan RPTRA ini diharapkan tidak menggunakan RTH yang ada, karena sebagian besar RPTRA menggunakan pengerasan.
"Kalau bicara kita, RTH. Di RTH itu boleh ada pembangunan 10 persen. Tapi kalau di RPTRA, pembangunan bisa sampai 45 persen pengerasannya. Kalau kita kejar target 30 persen, lalu RTH ini digunakan RPTRA, lahannya bisa berkurang lagi. Ya, kita nggak bakal tercapai-tercapai kalau begitu," paparnya.
Terobosan Baru
Pengamat perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga menganggap, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak bisa mencapai pemenuhan RTH ideal jika tergantung pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta. Menurutnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu melakukan terobosan baru agar pemenuhan RTH terpenuhi.
"Karena Jakarta ditargetkan harus mencapai 30 persen RTH pada 2030, sehingga butuh 13 ribu hektare lagi. Jika ini dicapai dalam 20 tahun, maka setiap tahun butuh lahan seluas 650 hektar." ujar Joga
Lebih lanjut Joga menambahkan untuk sektor privat wajib memenuhi RTH 10 persen dan sektor publik 20 persen. Jadi idealnya, idealnya ditargetkan membebaskan lahan seluas 325 hektar per tahun. Kalau hanya 50 hektare per tahun, hanya bisa memenuhi 1/6,5-nya,.
Untuk itu, lanjutnya, diperlukan stratwgi percepatan penambahan RTH. Diantaranya dengan melakukan refungsi bantaran kali menjadi jalur hijau melalui program naturalisasi sungai bukan normalisasi sungai. Lalu refungsi tepian jalur rel kereta, bawah sutet, kolong jembatan atau jalan layang, serta tepian 44 waduk dan 14 situ.
"Yang terberat itu adalah mengembalikan RTH yang telah berubah fungsi namun telah diputihkan dalam rencana tata ruang. " ujar Joga.
Dia mencontohkan kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara yang dalam Rencana Umum Tata Ruang 1985-2005 merupakan daerah tangkapan air dengan warna biru dan hijau. Tetapi dalam Rencana Detail Tata Ruang 2030, Kawasan Kelapa Gading difungsikan sebagai kawasan campuran dengan warna coklat dan kuning," tuturnya.
pin/P-5
Redaktur: M Husen Hamidy
Penulis: Peri Irawan
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 4 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
- 5 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung