Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Polusi Udara l RSUD Sawah Besar, Jakarta Barat Tangani 483 Kasus ISPA

Kualitas Udara Buruk, Jakarta Rugi Rp51,2 Triliun

Foto : Koran Jakarta/Wahyu AP

Asap Polusi I Pemandangan gedung bertingkat yang diselimuti asap polusi di Jakarta, Senin (29/7). Data aplikasi AirVisual yang merupakan situs penyedia peta polusi daring harian kota-kota besar di dunia, menempatkan Jakarta pada urutan pertama kota berpolusi sedunia pada Senin (29/7) pagi dengan kualitas udara mencapai 183 atau kategori tidak sehat.

A   A   A   Pengaturan Font

Kualitas udara Jakarta terus memburuk. Menurut AirVisual, Jakarta kembali menjadi salah satu kota paling berpolusi.

JAKARTA - Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Saifudin, mengatakan warga Jakarta rugi puluhan triliunan rupiah akibat polusi udara. Pada 2016 saja, kerugiannya menurut Ahmad menyentuh angka 51,2 triliun rupiah.

"Kerugian ekonomi akibat dampak kesehatan karena terkait pencemaran udara mencapai 51,2 triliun rupiah pada 2016," jelas Ahmad, di Jakarta Senin (29/7)

Kerugian itu kata Ahmad terjadi akibat biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak kesehatan yang dialami warga Jakarta, berupa pengobatan atas penyakit yang disebabkan polusi udara.

"Besaran ini merupakan dana yang dibayarkan untuk pengobatan atas kasus sakit atau penyakit yang terkait pencemaran udara," papar Ahmad.

Ahmad juga memaparkan berbagai potensi penyakit yang mudah saja menjangkit masyarakat di tengah kualitas udara yang buruk dan dicap 'tidak sehat'. Mulai dari infeksi saluran pernapasan (ISPA) bahkan sampai gangguan menyangkut mental dan psikologis.

Polusi udara mulai berdampak kepada warga DKI Jakarta. RSUD Sawah Besar, Jakarta, menangani 483 kasus infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) selama semester pertama tahun 2019 berkaitan dengan polusi udara di DKI Jakarta. "Kami menangani 483 kasus ISPA selama enam bulan, tetapi selama Juni terjadi tren penurunan," kata Direktur RSUD Sawah Besar, dr Budi Wibowo.

Ia merinci selama periode Januari hingga April 2019 tercatat 363 pasien mengidap ISPA yang sempat menjalani perawatan.

Sedangkan pada periode Mei hingga Juni, kasus ISPA mengalami penurunan dari 81 kasus pada Mei, menjadi 39 kasus pada Juni 2019. Sedangkan, selama Juli ini masih dalam tahap penghitungan sehingga belum bisa dirangkum.

Bisa Dipidanakan

Bukan hanya itu, Ahmad Safrudin mengatakan pemerintah bisa dipidana jika mengabaikan masalah polusi udara Ibu Kota, Jakarta yang semakin mengkhawatirkan. "Tindak pidana pembiaran terhadap adanya pencemaran udara," kata dia.

Ia mengatakan pemerintah memiliki alat pemantau kondisi atau kualitas udara yang seharusnya terus diinformasikan kepada masyarakat.

Setelah menyampaikan kondisi atau kualitas udara secara berkala, maka tugas pemerintah selanjutnya adalah memberikan arahan yang mesti dilakukan masyarakat agar bisa menghindari udara kotor atau tercemar.

Ia juga menyinggung pada saat Car Free Day Minggu (28/7) kualitas udara di ibu kota mencapai angka 195 mikrogram per meter kubik berdasarkan Air Quality Index (AQI). Seharusnya, pemerintah mengeluarkan peringatan agar masyarakat tidak melakukan olahraga di jalanan karena udara kotor.

Ia menjelaskan dalam undang-undang, pembiaran pencemaran lingkungan termasuk tidak memberikan peringatan dini kepada masyarakat merupakan tindak pidana.

Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta lamban dalam menangani persoalan polusi udara di Ibu Kota.

Berdasarkan data pantauan pada laman AirVisual, Senin siang pukul 13.00 WIB, angka indeks kualitas udara atau air quality index (AQI) di wilayah Jakarta secara merata mencapai 176 dengan kadar partikulat PM2.5 di udara sebanyak 103,3 mikrogram per meter kubik.

Dengan angka indeks kategori tidak sehat tersebut, Jakarta bertahan di peringkat pertama kota dengan kualitas udara paling tidak sehat. emh/pin/Ant/P-5


Redaktur : M Husen Hamidy
Penulis : M Husen Hamidy, Peri Irawan, Antara

Komentar

Komentar
()

Top