Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

KPU Mesti Konsisten

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa keinginan mantan narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai calon anggota lembaga legislatif (caleg) merupakan hak seseorang untuk berpolitik. Ini artinya, mantan napi koruptor sama dengan warga negara lainnya sehingga harus diberikan kesempatan untuk menjadi caleg.

Sikap Presiden tersebut mau tidak mau berbeda dengan semangat Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang hendak melaksanakan pemilihan caleg DPR, DPD, dan DPRD periode 2019-2024. Apalagi, pendaftaran calon akan mulai diajukan pada 4-17 Juli 2018 mendatang. Jadi, hanya beberapa pekan lagi sehingga harus diputuskan persyaratan caleg.

Saat ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah merancang Peraturan KPU tentang Pencalonan Anggota Legislatif. KPU mengusulkan mantan terpidana korupsi tidak dapat menjadi calon anggota legislatif. Larangan ini untuk mendorong pemilu yang lebih berintegritas dari sisi kandidatnya. Selain itu, larangan ini juga ditujukan untuk mendorong DPR, DPD, dan DPRD yang lebih bersih dari korupsi.

Sikap KPU itu merupakan langkah progresif di tengah masih maraknya praktik korupsi di Indonesia. Apalagi, rancangan peraturan KPU tersebut belum disepakati bulat oleh pemerintah, DPR, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

KPU sebagai penyelenggara pemilu memang harus menjaga kualitas pemilu dengan cara menghadirkan calon wakil rakyat yang setidaknya tidak pernah terlibat kejahatan luar biasa. Soal bahwa eks narapidana korupsi sudah menjalani hukumannya, hal itu memang konsekuensi dari apa yang dia perbuat.

Kita berharap KPU konsisten mengeluarkan peraturan yang melarang mantan napi koruptor jadi caleg. Orientasi sebuah peraturan haruslah ditujukan kepada rakyat. Pelarangan tersebut adil untuk pihak yang lebih luas. Aturan itu pun diharapkan juga dapat mencegah legislator yang terpilih ke depan melakukan korupsi.

Secara umum, semua pihak tetap sepakat dengan semangat pemilu yang bebas korupsi. Semua pihak juga mesti menyadari bahwa kasus korupsi yang melibatkan legislator maupun birokrat kian banyak. Malah, pengungkapan kasus korupsi pejabat daerah justru meningkat menjelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah serentak 2018.

Tak cuma itu, berapa banyak anggota DPR dan DPRD kita yang telah terbukti terlibat kasus korupsi? Bahkan, di beberapa daerah seperti Provinsi Sumatera Utara dan Kota Malang, puluhan anggota legislatif terlibat kasus korupsi yang sama. Artinya, korupsi di lembaga legislatif sudah sedemikian parah.

Nah, agar citra legislatif tidak buruk lagi, alangkah baiknya jika sejak awal melarang mantan napi koruptor menjadi caleg. Dalam situasi seperti ini membutuhkan upaya untuk memulihkan marwah DPR dan Peraturan KPU yang melarang mantan napi koruptor nyaleg adalah salah satu solusi penting untuk mengembalikan marwah DPR.

Larangan menjadi caleg bagi para mantan napi koruptor juga dimaksudkan untuk mengikis praktik korupsi sistemik yang kerap terjadi di DPR. Peraturan KPU tentang larangan tersebut dimaksudkan agar sejak awal para caleg bebas dari rekam jejak koruptor.

Terpenting lagi, larangan mantan koruptor menjadi caleg memenuhi keinginan publik. Ada semacam rasionalitas publik yang menghendaki larangan tersebut ditegaskan KPU.

Sebenarnya, KPU melalui larangan tersebut ingin mengutamakan kepentingan rakyat banyak. Kalau kepentingan rakyat banyak itu berarti hukum tertinggi sebagaimana prinsip hukum Solus Populi Suprema Lex, yakni kepentingan rakyat banyak adalah hukum tertinggi.

Kita mendukung KPU memberlakukan larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif. Kita sepakat bahwa korupsi sebagai kejahatan luar biasa mesti dikikis sejak awal, terutama sejak adanya peluang penyalahgunaan jabatan, yakni di legislatif. Selagi kita mampu menangkal bibit-bibit korupsi, alangkah lebih baiknya segera dilaksanakan. Inilah sebabnya, kita berharap KPU konsisten melarang mantan narapidana korupsi menjadi caleg.

Komentar

Komentar
()

Top