Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

KPK dan KPU Mengancam Caleg

A   A   A   Pengaturan Font

Para calon anggota legislatif (caleg) baik untuk tingkat pusat maupun daerah kini tengah berjuang untuk meyakinkan konstituen dan masyarakat agar memlih mereka pada hari pencoblosan, 17 April mendatang. Berbagai upaya telah dilakukan para caleg agar bisa terpilih lagi, bagi mereka yang sudah duduk di periode sebelumnya.

Sedang bagi caleg baru mengadu peruntungan di Pemilu Serentak 2019 ini. Tidak mudah untuk menjadi caleg karena banyak persyaratan yang harus dipenuhi secara internal maupun eskternal seperti kewajiban melaporkan harta kekayaan.

Apalagi untuk terpilih dalam pemilu legislatif yang kali ini dilaksanakan serentak dengan pemilihan presiden (Pilpres). Persaingan bukan saja di antara caleg dari 16 partai peserta pemilu, melainkan juga persaingan internal partai di suatu daerah pemilihan (dapil).

Dalam konteks syarat caleg, penyelenggara pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mengeluarkan aturan yang mewajibkan para caleg untuk membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Sebelumnya aturan itu hanya diwajibkan pada pelaksanaan pilkada. Menurut Ketua KPU Arief Budiman, aturan penyerahan LHKPN bertujuan mencegah potensi tindakan yang menjurus pada korupsi yang dilakukan oleh caleg.

Arief juga menyebut LHKPN bagi caleg penting untuk mengantisipasi banyaknya calon pejabat publik yang menjadi tersangka korupsi. Namun dalam perjalanan, KPU masih memberi kelonggaran pada caleg yang belum menyerahkan LHKPN.

Dasar kelonggaran ini mungkin karena para caleg juga dihadapkan pada berbagai persyaratan administrasi yang membutuhkan konsentrasi dalam mengurusnya. Namun LHKPN itu sangat penting dan tetap menjadi kewajiban bagi para caleg.

KPK sebagai institusi tempat para penyelenggera negara menyerahkan atau melaporkan LHKPN-nya, menyatakan hingga awal April belum seluruhnya membuat LHKPN. Untuk Anggota DPR saja dari 550 wajib lapor LHKPN, baru 351 yang mengurus laporan harta kekayaannya. Sementara itu, masih ada 199 wajib lapor yang belum mengurus LHKPN. Dengan demikian, tingkat kepatuhan DPR hanya 63,82 persen.

Mengingat pentingnya instrumen LHKPN dalam proses pemilu, maka KPU dan KPK pada Senin (8/4) menggelar pertemuan guna membahas kelanjutan soal LHKPN ini. Hasilnya, kedua institusi sepakat untuk menerapkan aturan yang ketat bagi para caleg, terutama yang sudah terpilih dan ditetapkan untuk membuat LHKPN.

Waktunya tidak lama, KPU-KPK memberi tenggat selama satu pekan setelah penetapan anggota terpilih, mereka harus melaporkan LHKPN. Jika tidak, KPU akan mengusulkan yang bersangkutan untuk tidak dilantik. KPU memiliki dasar hukum yang kuat yakni Pasal 37 ayat 3 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018.

Dalam aturan itu disebutkan, "Dalam hal calon terpilih tidak menyampaikan tanda terima pelaporan harta kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPU, KPU Provinsi/KIP Aceh, dan KPU/KIP Kabupaten/Kota tidak mencantumkan nama yang bersangkutan dalam pengajuan nama calon terpilih yang akan dilantik kepada Presiden, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang dalam negeri, dan gubernur." Dalam kaitan ini, kita mendukung upaya KPK maupun KPU untuk menjadikan laporan LHKP sebagai instrumen penting dan sangat menentukan.

Sebab ini awal dari sebuah perjalanan pengabdian seorang anggota legislatif. Dengan posisi LHKPN yang jelas, maka bisa dilacak besaran kenaikan kekayaan seorang anggota legislatif dan sumber kekayaan itu. Jadi, ancaman KPU-KPK bukan gertak sambal atau warning tanpa dasar. Seharusnya, para anggota dewan terpilih memang mematuhi aturan ini.

Sebab, jika tidak ada niat untuk menumpuk harta kekayaan atau melakukan niat jahat seperti kolusi dan korupsi, semestinya anggota terpilih tak soal segera menyiapkan LHPN. Jika tidak, kemungkinan mereka tidak akan dilantik.

Komentar

Komentar
()

Top