Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Kamis, 16 Des 2021, 07:12 WIB

Cairnya Es di Kutub yang Lebih Cepat

(FILES) In this file photo taken on October 27, 2021 A man works at the Rhone Glacier partially covered with insulating foam to prevent it from melting due to global warming near Gletsch on October 27, 2021. - Swiss glaciers lost 1% of their volume in 2021, despite heavy snow and a cool summer, due to climate change. "Although 2021 shows the lowest ice loss since 2013, no slowdown is in sight for glacier retreat" noted experts from the Expert commission of the cryosphere measurement network of the Swiss Academy of Sciences on October 19, 2021.

Foto: Fabrice COFFRINI / AFP

Bumi semakin panas. Tanpa disadari, kita semua menyesuaikan diri dengan semakin memanasnya suhu dari planet yang dihuni sekitar 7 miliar manusia ini. Lihat saja, penyejuk udara (AC, air conditioner) kini bukan hanya monopoli rumah-rumah di perkotaan di dataran rendah, tetapi juga mulai banyak digunakan di daerah-daerah yang selama ini dikenal dengan hawanya yang sejuk atau dingin.

Hotel-hotel atau tempat penginapan zaman dulu di Bandung dan Malang (Jawa Timur) masih ada yang tidak menggunakan AC. Tapi kini, jangankan Bandung dan Malang, hotel-hotel baru di Lembang dan Kota Batu yang berada di ketinggian sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) pun harus menyediakan AC kalau tak mau hotelnya kosong melompong.

Begitu juga angkutan umum jarak jauh seperti bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), nyaris tidak ada lagi yang tidak menggunakan penyejuk ruangan. Bahkan, semua perjalanan kereta api, dari yang harganya di atas satu juta rupiah rute Jakarta-Surabaya hingga kelas ekonomi yang harganya 150 ribu rupiah, sudah menggunakan AC.

Dan memang tidak salah, suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0,74 plus minus 0,18 derajat Celsius atau 1,33 plus minus 0,32 derajat Fahrenheit selama seratus tahun terakhir. Intergovemental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca karena aktivitas manusia.

Makanya tidak mengejutkan jika lapisan es di Gletser Thwaites Antarika saat ini sudah kehilangan 50 miliar ton es per tahunnya. Dan diperkirakan dalam kurun waktu lima tahun ke depan, kemungkinan terjadi percepatan pencairan gletser yang drastis.

Thwaites berukuran panjang sekitar 120 km dan mencapai kedalaman sekitar 800 - 1.200 m. Gletser ini disebut 'kiamat' karena total pencairannya akan menaikkan permukaan laut global sekitar dua kaki (60 cm) dan selain itu, juga turut membuat gletser Antartika lainnya ikut mencair juga.

Mencairnya es dari Thwaites saat ini memicu sekitar empat persen kenaikan permukaan laut tahunan. Naiknya permukaan laut dapat menyebabkan banjir di wilayah pesisir yang merupakan rumah bagi jutaan orang dan banyak kota terbesar di dunia, merusak properti dan infrastruktur, dan menyebabkan badai yang lebih dahsyat.

Tidak hanya di kutub selatan, Suhu di Arktik, wilayah di sekitar Kutub Utara Bumi, yang mencapai 38 derajat Celsius menyebabkan wilayah Siberia di Russia dilanda gelombang panas yang berkepanjangan pada tahun lalu. Gelombang panas yang berkepanjangan itu sebagai peringatan akan intensitas pemanasan global. Salah satu organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu World Meteorologi Organization (WMO), pada Selasa (14/12), memastikan suhu tertinggi itu sebagai rekor tertinggi dan belum pernah terjadi sebelumnya.

Pencairan es juga terjadi di Pegunungan Himalaya. Dengan membandingkan foto-foto yang diabadikan program pengintaian AS era perang dingin dan pemantauan pesawat antariksa baru-baru ini, para ilmuwan menemukan proses pencairan es di Himalaya meningkat dua kali lipat selama 40 tahun terakhir. Kajian menunjukkan bahwa sejak 2000, ketinggian gletser di kawasan itu rata-rata telah menciut 0,5 meter setiap tahun.

Sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk menjaga planet bumi ini tetap nyaman dihuni. Selain perjanjian perubahan iklim di Paris yang sudah kita ratifikasi harus dijalankan, antisipasi yang bisa kita lakukan adalah senantiasa menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan atau berkesinambungan yang berwawasan lingkungan hidup. Penerapan ini menuntut peran serta semua warga negara, bukan dibebankan kepada pemerintah saja.

Peran nyata warga negara untuk mengatasi peningkatan suhu di planet bumi, di antaranya kurangi menggunakan kendaraan pribadi, terutama yang berbahan bakar fosil dan beralih ke angkutan umum. Selain menghemat, juga untuk mengurangi polusi udara. Kemudian, memperbanyak penggunaan energi alternatif seperti memanfaatkan sinar matahari yang sepanjang tahun bersinar lebih dari 12 jam di wilayah Indonesia.

Redaktur: Koran Jakarta

Penulis: Koran Jakarta

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.