Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Penegakan Hukum

KPK Bidik Korporasi di Kasus BLBI

Foto : ANTARA/Wahyu Putro A
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo, menyatakan akan menjerat korporasi terkait dengan kasus dugaan korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.

"Ya, nanti kita ikuti pelaku korporasinya. Sekarang saya enggak perlu menyebutkan siapa perusahaannya," kata Agus saat berada di Kemendikbud, Jakarta, Kamis (19/4).

Agus mengaku dalam menangani kasus BLBI, penyidik KPK masih fokus untuk menyelidiki adanya pelanggaran hukum dalam pelaksanaan kebijakan bukan kebijakannya.

"Kita nggak menyoroti policy. Kita menyoroti pelaksanaan. Jadi, policy pada waktu itu enggak ada permasalahkan. Karena policy kalau dipidanakan enggak boleh," jelasnya.

Pada kesempatan terpisah, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan pertimbangan ke arah pidana korporasi penting dilakukan lantaran ada pihak-pihak yang diuntungkan dari kasus SKL BLBI.

Selain itu, penerapan pidana korporasi bertujuan memaksimalkan pengembalian aset negara dari kasus BLBI.

Memburu Aset

Febri juga menjelaskan ada aset-aset negara yang telah menyebar ke luar negeri. Untuk itu, pihaknya bekerja sama dengan United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) untuk menelusuri aset-aset tersebut.

Ia menuturkan kerja sama akan dilakukan sesuai dengan mekanisme yang memungkinkan, baik di UNCAC maupun mekanisme kerja sama internasional lainnya.

"Adapun untuk asset recovery di dalam negeri, KPK terus menelusuri hal itu. Pemetaan aset obligor yang ada di Indonesia diakukan untuk membidik korporasi sebagai tersangka kasus korupsi, selain sebagai untuk memaksimalkan asset recovery," katanya.

Sebelumnya, KPK telah melimpahkan berkas perkara Syafruddin Temenggung ke penuntutan untuk kemudian segera disidangkan.

KPK menetapkan Syafruddin Temenggung sebagai tersangka pada April 2017 terkait pemberian SKL kepada pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) tahun 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN.

Syafruddin mengusulkan SKL itu untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan atas proses litigasi kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh BDNI ke BPPN sebesar 4,8 triliun rupiah yang merupakan bagian dari pinjaman BLBI.

Namun, berdasarkan audit investigatif BPK RI, kerugian keuangan negara terkait penerbitan SKL terhadap BDNI menjadi 4,58 triliun rupiah.

Seperti diketahui, para penerima BLBI di antaranya BDNI Sjamsul Nursalim menerima BLBI sebesar 30,9 triliun rupiah, PT BCA, Anthony Salim sebanyak 53 triliun rupian, Bank Danamon, Usman Admadjaja sebesar 12 triliun rupiah, dan PT Bank Umum Nasional (BUN) Kaharudin Ongko sebesar 7,8 triliun rupiah. mza/AR-2


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Mohammad Zaki Alatas

Komentar

Komentar
()

Top