Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Impor | Relaksasi Impor Hanya Akan Membuat Indonesia Dibanjiri Produk Asing

Koordinasi Antarkementerian Masih Kurang

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sinergi antarkementerian dalam menyusun kebijakan dinilai rendah karena setiap institusi terkesan masih menonjolkan ego sektoral. Situasi tersebut menyebabkan kekacauan di tingkat lapangan, seperti masalah penumpukan kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.

Ekonom sekaligus Dosen Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, menilai masih kurangnya koordinasi antarkementerian dalam menyusun sebuah kebijakan, termasuk Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. "Sering kali aturan dibuat oleh satu kementerian tanpa mempertimbangkan kepentingan kementerian lain," ujarnya di Jakarta, Senin (27/5).

Seperti diketahui, pemerintah menerbitkan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang merevisi Permendag 36/2023 tentang Larangan Pembatasan Barang Impor pada 17 Mei lalu. Penerbitan Permendag 8/2024 bertujuan untuk mengatasi persoalan yang muncul akibat pemberlakuan Permendag 36/2023 jo 3/2024 jo 7/2024, yang memberlakukan pengetatan impor dan penambahan persyaratan perizinan impor berupa peraturan teknis.

Alasan revisi tersebut karena terjadi penumpukan barang sebanyak 17.304 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan 9.111 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak. Permendag baru itu diharapkan dapat menjadi solusi dari penumpukan barang yang harus bisa diselesaikan dalam waktu lima hari.

Fithra menilai revisi permendag itu tak serta merta membuat Indonesia dibanjiri produk impor. Menuturnya, potensi banjir produk impor tersebut tidak mutlak terjadi. Menurutnya, interpretasi awal terhadap Permendag 8/2024 memang berpotensi melonggarkan peraturan teknis, sehingga membuka celah bagi produk-produk impor membanjiri industri dalam negeri.

Dia menekankan pentingnya mempertimbangkan kebutuhan barang impor, terutama industri UMKM yang banyak mengandalkan bahan baku impor. Dia mencontohkan banyak barang impor yang diolah kembali menjadi produk lokal bernilai tambah tinggi. Karena itu, menurutnya, aturan impor itu bagaimana pun tetap dibutuhkan bagi sebagian industri di Indonesia.

"Kita juga harus memikirkan dampak ekonominya, sehingga kita tak hanya melihat bagaimana impor akan menghancurkan ekonomi kita, tetapi kita juga harus melihat dampak ekonomi secara umum. Jangan-jangan, kita butuh barang impor itu untuk kemudian diolah lagi," tambahnya.

Picu Ketidakpastian

Sebelumnya, sejumlah pelaku industri menilai aturan relaksasi impor itu hanya akan membuat Indonesia dibanjiri produk asing, sehingga menghancurkan daya saing industri nasional. Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Industri dan Pembangunan, Rachmat Gobel, memperingatkan kebijakan tersebut dikhawatirkan menambah ketidakpastian investor.

Gobel mengatakan pelonggaran ketentuan impor bisa mematikan industri dalam negeri. Bahkan dalam beberapa tahun ini, katanya, impor tekstil bermotif kain tradisional seperti batik, tenun, dan lain-lain bisa mematikan industri kain tradisional Indonesia. Hal itu juga terjadi di mebel dan handicraft Indonesia.

Menurutnya, peraturan yang sudah baik semestinya harus dilanjutkan. Dia menilai Permendag No 8/2024 tidak melindungi industri dalam negeri dan sangat tidak melindungi para investor yang datang ke Indonesia.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top