Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Kamis, 05 Des 2024, 06:15 WIB

Konsumsi PrEP Perlu Konsistensi.

Foto: Manjunath Kiran / AFP

Obat profilaksis pra-pajanan (pre-exposure prophylaxis/PrEP) selama ini diandalkan untuk mencegah penularan HIV dengan cara diminum setiap setiap hari sesuai petunjuk resep. Obat pencegahan ini memang diperuntukkan bagi kelompok rentan untuk mencegah penularan virus tersebut.

Menurut studi yang dilakukan oleh Vanderbilt University Medical Center, PrEP sangat efektif untuk mencegah HIV dengan mengurangi risiko tertular HIV melalui seks sekitar 99 persen. Jika diminum secara konsisten setiap hari dapat PrEP mengurangi risiko tertular HIV melalui penggunaan narkoba suntik sedikitnya 74 persen.

1733326783_90811b01edb6d4d664e7.jpg

Foto: AFP

Hanya sekitar 54 persen praktisi medis yang disurvei mengatakan bahwa mereka telah meresepkan profilaksis pra-pajanan, atau PrEP, kepada pasien yang rentan terhadap HIV, menurut sebuah studi baru oleh seorang peneliti Pusat Medis Universitas Vanderbilt.

Studi yang dipimpin Ashley Leech, PhD, asisten profesor Kebijakan Kesehatan, mensurvei 519 praktisi di lima kota besar AS yang menghadiri kursus pendidikan kedokteran berkelanjutan tentang HIV antara Maret dan Mei 2015.

Dalam studi yang dipublikasikan di Plos One pada pada 2020 ini disebutkan PrEP adalah obat sekali sehari untuk orang tanpa HIV. Metode ini yang diterima secara luas untuk mencegah penularan HIV, tetapi kurang dari 10 persen dari lebih dari 1 juta orang yang rentan terhadap HIV mengkonsumsi PrEP, menurut studi tersebut.

“Dengan tujuan kebijakan AS untuk memberantas HIV pada 2030, para praktisi berperan penting dalam memastikan penyediaan PrEP di seluruh tempat perawatan,” kata Leech dikutip dari laman Science Daily. “Namun, temuan kami menunjukkan bahwa bahkan di antara sebagian kecil praktisi yang berfokus pada HIV, pemberian resep PrEP tidak rutin,” imbuh dia.

Penelitian tersebut menemukan bahwa dokter spesialis penyakit dalam 1,6 kali lebih mungkin meresepkan PrEP daripada praktisi penyakit menular. Hal ini menurut para peneliti merupakan indikator betapa pentingnya dokter spesialis penyakit dalam dan keluarga dalam menilai dan mengurangi risiko pada pasien mereka.

“Kebingungan atau ketidaksepakatan yang sudah berlangsung lama antara praktisi HIV dan perawatan primer tentang siapa yang seharusnya bertanggung jawab untuk meresepkan obat pencegahan ini mungkin sebagian menjelaskan lambatnya adopsi PrEP di kalangan praktisi,” kata Leech.  hay/I-1

Redaktur: Ilham Sudrajat

Penulis: Haryo Brono

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.