Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kondisi Pendidikan Era 4.0

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Ibaratnya, guru masih mengajari burung terbang. Celakanya, alat ujinya sebatas pengetahuan (knowledge), bukan kemampuan (skill). Hanya karena burung tak tahu berapa jumlah sayapnya, guru mengecap burung itu sebagai hewan yang mustahil bisa terbang.

Akibatnya, karena alat ujinya sebatas pengetahuan, siswa pun tak terbiasa bernalar, apalagi menguji keterampilannya secara mandiri. Siswa menjadi mesin penghafal, pengulang, dan pencatat. Guru menilai siswa dari hafalannya, bukan terapannya. Murid menjadi mekanis. Semua penilaian dicukupkan ketika pelajar berada di dalam sekolah dan cara menghafal dengan baik. Di luar itu, sekolah tak menjadikannya sebagai referensi penilaian. Guru memahamkan kepada siswa, sumber pengetahuan hanya ada di sekolah dan guru.

Siswa tak diizinkan kreatif. Semua harus sesuai perintah dan petunjuk guru. Maka, misalnya, seorang siswa mengembangkan hasil laboratorium di luar sekolah, guru tak akan menilainya. Guru hanya akan menilai sikap seorang siswa patuh di laboratorium. Guru buta pada perilaku siswa di luar laboratorium. Itulah asal-muasal siswa hanya pintar di atas kertas, tetapi gagap di lapangan.

Murid terampil menghafal sikap bertetangga dengan baik, tetapi gagap ketika hidup berdampingan dengan sesama yang berbeda. Pelajar fasih melafalkan ayat-ayat suci agama, tetapi gugup mengamalkannya di lapangan. Hal ini bukan pepesan belaka. Dalam berbagai survei, Programme for International Student Assessment menunjukkannya. Anak kuat hafalan (yang tak butuh mengolah informasi), tetapi lemah bernalar dan aplikasi (butuh proses informasi).

Karakter
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top