Komitmen Transisi ke EBT Rendah
Pengembangan EBT setengah hati menyebabkan pemanfaatan energi bersih tersebut masih sangat lambat sehingga dikhawatirkan target penggunaan EBT sebesar 23 persen dalam bauran energi pada 2025 sulit tercapai.
JAKARTA - Sejumlah kalangan meminta pemerintah memperbanyak kebijakan teknis yang mendukung pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Terlebih lagi saat ini sedang disusun rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PLN tahun 2021-2030 yang menambah porsi bauran EBT sebesar 48 persen, meningkat dibanding RUPTL 2019-2028 yang masih di kisaran 30 persen. Maksudnya biar ada kesinambungan antara regulasi.
Hingga April 2021, realisasi bauran EBT baru 13,55 persen meskipun meningkat dibandingkan laporan akhir 2020 sebesar 11,51 persen. Namun, catatan tersebut terhitung masih jauh dari target 23 persen pada tahun 2025.
Manajer Kampanye Energi dan Perkotaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Dwi Sawung mengapresiasi perubahan RUPTL itu. Namun, dirinya tetap mengkritisi langkah pemerintah yang masih berpatokan pada harga sehingga upaya konversi lebih dari fosil ke fosil dari diesel ke gas alam.
"Komitmen pemerintah untuk transisi dari energi fosil ke energi terbarukan masih rendah. Masih dari fosil ke fosil yang lainnya. Pertimbangan utama lebih kepada harga bukan kepada komitmen perbaikan lingkungan," tegasnya pada Koran Jakarta, Rabu (9/6).
Senada dengan Sawung, Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radi mengatakan, meskipun sudah ada RUPTL bahkan Undang Undang EBT disahkan, pengembangan EBT masih sangat lambat. Bahkan, target DEN (dewan energi nasional) 23 persen bauran energi tidak akan tercapai sesuai waktu ditetapkan pada 2025.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Muchamad Ismail
Komentar
()Muat lainnya