Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sektor Perikanan I Setiap Orang yang Pasang Rumpon di Wilayah Perairan RI Wajib Berizin

KKP Tertibkan Rumpon Ilegal

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Selain menertibkan rumpon ilegal, pemerintah juga terus memperketat pengawasan terhadap aktivitas pencurian ikan dan penangkapan ikan yang tak ramah lingkungan guna meningkatkan produktivitas sumber daya kelautan.

JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali menertibkan 21 alat bantu penangkapan ikan rumpon ilegal di perairan Sulawesi Utara, perbatasan Indonesia-Filipina. Penertiban tujuh rumpon oleh Kapal Pengawas Perikanan (KP) Orca 04 dilakukan, Sabtu (25/5), sedangkan 14 rumpon lainnya, Minggu (26/5).

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Agus Suherman, menyampaikan rumpon-rumpon yang ditertibkan tersebut dipasang di perairan Indonesia tanpa izin dan diduga kuat dimiliki nelayan asing. "Berdasarkan identitas yang didapati, rumpon-rumpon tersebut diduga kuat dimiliki nelayan Filipina," ungkap Agus, di Jakarta, Selasa (28/5).

Pemasangan rumpon oleh oknum warga Filipina di perairan Indonesia disinyalir untuk meningkatkan hasil tangkapan. Hal ini tentu dapat merugikan nelayan Indonesia karena ikan-ikan akan berkumpul di area rumpon dan kemudian ditangkap oleh nelayan Filipina.

Selanjutnya rumpon-rumpon tersebut dibawa dan diserahkan ke Pangkalan PSDKP Bitung, Sulawesi Utara. Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 26/Permen-KP/2014 tentang Rumpon, setiap orang yang melakukan pemasangan rumpon di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) wajib memiliki surat izin pemasangan rumpon (SIPR).

Selain itu, KKP melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) bekerja sama dengan pemerintah daerah, POLRI, dan TNI Angkatan Laut (AL) berhasil memproses 33 kasus kegiatan penangkapan ikan dengan cara merusak atau destructive fishing selama 2019.

Agus menambahkan, kasus-kasus destructive fishing ini umumnya dipahami sebagai kegiatan penangkapan ikan menggunakan cara-cara yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan bom, racun, dan setrum.

Dari sejumlah kasus tersebut, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan Direktorat Jenderal PSDKP telah berhasil memproses 11 kasus di beberapa lokasi, yaitu satu kasus di Lombok Timur (NTB), satu kapal di Kupang (NTT), empat kapal di Kapoposang (Sulsel), dan lima kapal di Raja Ampat (Papua Barat).

Sementara kasus yang ditangani oleh Penyidik Polri sebanyak 21 kasus, yaitu tujuh kasus di Lampung, empat kasus di Kalimantan Selatan, satu kasus di Sulawesi Selatan, tiga kasus di Nusa Tenggara Timur, dua kasus di Jawa Timur, dan empat kasus di Nusa Tenggara Barat. Dalam hal pengungkapan kasus destructive fishing, Penyidik TNI AL telah berhasil menangkap 1 kapal pelaku pengebom ikan di Luwuk, Sulawesi Selatan pada tahun 2019 ini.

Dampak Kerusakan

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyampaikan dampak yang ditimbulkan akibat destructive fishing tidak kalah dibandingkan dampak akibat illegal fishing. "Sebagai contoh penggunaan bom dan racun ikan dengan target ikan-ikan karang mengakibatkan kerusakan dan kematian terumbu karang di sekitarnya," ungkap Susi. ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top