Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Rabu, 02 Agu 2017, 01:00 WIB

Ketika Budaya Cuci Cetak Foto Kembali Diminati

Ilustrasi sejumlah foto yang sudah dicetak. Dewasa ini cuci cetak foto kembali diminati, sebab sebagian masyarakat menginginkan lebih dari hasil karya jepretannya yang mungkin memiliki kisah tersendiri.

Foto: istimewa

Geliat cetak foto diperkirakan akan terus meningkat, seiring minat masyarakat yang menginginkan lebih dari hasil jepretan-nya sekaligus diikuti dengan perkembangan teknologi kamera yang mendukungnya.

Salah satu perusahaan yang percaya, geliat cetak foto akan terus tumbuh ialah Fujifilm. General Manager for Photo Imaging Division PT Fujifilm Indonesia, Josef T. Kuntjoro di sela acara ramah tamah sekaligus halal bihalal bersama awak media di H Gourmet, Senopati, Jakarta, memaparkan bahwa bisnis cuci cetak foto pernah mengalami titik terendah terhitung sejak 3 tahun belakangan. "Penurunannya bahkan mencapai lebih dari 50 persen. Namun Fujifilm tetap mempertahankan lini bisnis cuci cetak foto karena ada keyakinan bisnis tersebut tidak akan mati," jelasnya, baru-baru ini.

Dan benar saja. Berkat kesabaran untuk terus mempercayai "keyakinannya" itu, lambat laun perusahaan asal Jepang ini mulai membuahkan hasil. Gairah budaya cuci cetak foto di era digital tumbuh perlahan, mengikuti minat masyarakat yang menginginkan lebih dari hasil karya jepretan-nya maupun momen, yang mungkin memendam kisah atau kesan yang tidak ingin dilupakan oleh pemiliknya.

Kemudian, faktor lain yang membuat geliat cuci cetak foto kian tumbuh bersumber pada wadahnya. Tak dipungkiri, kebanyakan dari kita pasti menyimpan foto di smartphone, flashdisk, CD dan lain sebagainya. Sadar atau tidak ruang penyimpanan ini sangat riskan untuk menyimpan sebuah file foto, karena rentan hilang, rusak atau bahkan termakan virus hingga menyebabkan file lenyap.

"Memang awalnya masyarakat lebih suka menyimpan hasil fotonya di ponsel, flashdisk atau CD, dan tren itu juga membuat cetak foto menurun drastis. "Tapi belakangan orang mulai sadar akan pentingnya mencetak foto. Karena kalau ponselnya hilang atau terkena virus, seluruh hasil fotonya juga bisa ikutan hilang," ungkap Josef.

Peningkatan budaya cuci cetak foto bisa dilihat dari naiknya permintaan kertas foto Fujifilm hingga mencapai 2,5 juta m2 pada 2016. Padahal tiga tahun sebelumnya, permintaan untuk kertas foto hanya sekitar 1 juta m2.

Diakui Josef jumlah ini memang belum sebanding ketika kamera digital belum popular. "Tapi sekarang tren-nya perlahan mulai naik lagi. Penerimaan terhadap produk kamera Instax juga membuktikan orang-orang masih butuh foto cetak," paparnya. ima/R-1

Evolusi Kamera Cetak Instan

Kemudian, Fujifilm sudah tidak lagi memproduksi kamera saku untuk kelas low end, karena dinilai kecanggihannya sudah tertandingi kamera smartphone pada umumnya. Sehingga pabrikan ini hanya bermain di kamera saku kelas premium, mirrorless dan juga kamera cetak instan atau instax. Untuk memperkuat tren cuci cetak foto, Fujifilm memang terlihat aktif mengembangkan kamera instan cetak, sebagai pengganti kamera saku yang dulunya banyak disukai karena alasan praktis, Fujifilm telah menghadirkan kamera Instax. Model ini banyak disukai karena menawarkan hasil foto yang instan atau langsung jadi.

"Untuk kamera Instax, saat ini Fujifilm masih satu-satunya pemain. Di Indonesia, penjualannya dari tahun ke tahun juga terus meningkat," tandas Josef.

Belum lama ini mereka juga mengeluarkan kamera instan cetak terbaru bernama Instax Square SQ10. Yang membuatnya menarik, kamera cetak ini tergolong canggih karena berjenis hibrida, yakni kombinasi antara kamera cetak instan dan digital. "Selain memiliki format gambar kotak, Instax Square SQ10 merupakan kamera instax hibrida yang memadukan sistem instan dan teknologi fotografi digital. Sehingga bisa mencetak foto instan atau menghasilkan foto dalam format digital," jelas Takuya Maeda, Regional Marketing Manager Fujifilm Asia Pasific, dalam peluncuran Instax Square SQ10 yang digelar di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dari sisi ketajaman gambar, di bagian depan kamera ini terdapat sebuah lensa 28,5 milimeter (setara 35 milimeter pada full frame) dengan bukaan diafragma F/2.4. Untuk di bagian belakangnya terdapat LCD berukuran 3 inci untuk melihat hasil foto sebelum dicetak, kemudian juga dapat menyimpan, mencetak ulang serta mengirim file foto. Beberapa fitur lain yang disematkan kamera instan seharga sekitar 3,9 juta rupiah ini adalah auto exposure, facial recognition, autofocus, dual shutter system, 10 pilihan filter, pengendali vignet, pengendali kecerahan, liveview, dan alat edit foto.

Kendati demikan, Fujifilm tidak sendiri bermain di kamera cetak instan, di pasaran diketahui juga terdapat beberapa kamera sejenis yang juga memiliki kemampuan unik ini, sebut saja Polaroid Z2300. Kamera instan digital ini memiliki tingkat ketajaman sebesar 10 MP, dilengkapi dengan layar LCD dan slot memori (microSD) hingga 32 GB. Dan sama seperti Polaroid Socialmatic 14 MP, kamera ini juga bisa mencetak beberapa lembar foto sekaligus dalam kurun waktu 1 menit. Lalu kamera yang dibanderol sekitar 4 jutaan rupiah ini juga disematkan sensor type CMOS, kemampuan digital zoom dan baterai yang rechargeable berjenis Lithium-Ion 74 VDC.

Kemudian ada juga kamera bernama Lomo'Instant. Kamera ini merupakan kamera polaroid keluaran Lomo yang memiliki kelebihan untuk mencetak foto secara instant dan cepat, layaknya kamera polaroid lainnya. Kelebihan Lomo'Instant adalah lensanya yang bisa diganti-ganti seperti lensa pada kamera Lomo bernama Diana F+. Untuk isi polaroid sendiri menggunakan kertas foto merk Fujifilm yang biasanya dipakai untuk kamera mini instax.

Lomo Instant memiliki lensa 27mm wide angle yang cukup fleksibel untuk beragam kondisi. Namun ternyata Lomography juga menyediakan 2 lensa tambahan, yaitu lensa portrait 35mm dan fisheye yang bisa dipasang ke bagian lensanya. Bagian lensanya tersebut juga dilengkapi dengan pengaturan fokus yang memungkinkan pengguna untuk mengatur fokus dan mengambil foto dengan jarak terdekat 15 inci.

Untuk menyesuaikan kebutuhan pengguna, kamera ini telah dilengkapi dengan mode pengambilan foto otomatis atau manual, 5 pengaturan bukaan diafragma dengan bukaan terbesar F/8.0 serta mendukung pemotretan multiple exposure dan long exposure. Bagi yang suka bereksperimen, flash Lomo Instant juga mendukung penggunaan color gel untuk efek cahaya flash warna-warni. Selain itu terdapat lubang dudukan tripod dan remote shutter. Bagi yang tertarik harga jual kamera ini sekitar 2 jutaan rupiah. ima/R-1

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.