Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Keterbukaan Badan Publik

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Sudah 10 tahun Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) berlaku. Setiap 28 September diperingati sebagai "Hari Keterbukaan Informasi Publik" atau Right to Know Day. Namun, implementasi dan efektivitas UU tersebut sebagai salah satu instrumen untuk mencegah korupsi di badan publik, termasuk kementerian dan lembaga negara, belum menunjukkan hasil mengembirakan. UU KIP masih sebatas aturan, belum menjadi budaya birokrasi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga Jumat (23/11), mayoritas koruptor adalah politisi. Jumlahnya mencapai 61,17 persen. Mereka terdiri dari 69 anggota DPR, 149 anggota DPRD dan 104 kepala daerah. Semuanya tersangkut penyalahgunaan keuangan negara di badan publik, termasuk kementerian dan lembaga negara.

Negeri ini memang memiliki spirit keterbukaan informasi yang bagus. Buktinya, jaminan keterbukaan informasi tidak hanya sebatas isu dan wacana publik, tetapi sudah legal formal dalam bentuk UU Nomor 14 Tahun 2008. Komisi Informasi Publik pun secara bertahap dibentuk mulai dari tingkat pusat sampai kabupaten/kota. Sayangnya, iklim keterbukaan informasi itu hanya hangat di antara aktivis.

Padahal, tujuan UU KIP untuk mendorong terwujudnya penyelenggaraan negara yang transparan dan tata pemerintahan yang baik. Selain itu juga untuk mendukung penyelenggaraan negara yang demokratis berdasarkan transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan memotivasi badan publik untuk memberikan pelayanan sebaik-baiknya bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme (KKN).

Sayangnya, semua belum terpenuhi sepenuhnya. Masih ada banyak tantangan, baik internal maupun eksternal lembaga pemerintahan. Karena itu, tantangan yang dihadapi Komisi Informasi Pusat (KPI) akan kian berat di masa mendatang.

Selama 10 tahun UU KIP dijalankan, masih banyak badan publik, termasuk kementerian dan lembaga negara yang tidak transparan. Padahal, UU KIP itu mewajibkan mereka memberi dan mengumumkan informasi yang menjadi hak rakyat. Coba lihat laman mencari informasi keuangan di lembaga pemerintahan saat ini. Sangat jarang mereka melaporkan proyek-proyek pemerintah secara transparan baik yang akan maupun sedang dikerjakan.

Ketidakpatuhan terhadap UU-lah yang menjadi salah satu penyebab korupsi di Tanah Air. Mestinya, korupsi tidak perlu terjadi kalau proyek-proyek yang ada di badan piblik dari awal sudah dipublikasikan secara transparan. Bahkan hingga kini masih banyak lembaga negara dan pemerintahan belum membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).

Dengan pola pikir lama, mereka beranggapan informasi yang dikeluarkan kepada publik berpotensi untuk disalahgunakan. Padahal, tujuan keterbukaan informasi untuk mencegah dari awal terjadinya korupsi. Mereka lupa lembaga pemerintahan wajib menyediakan informasi publik dan harus menyampaikannya tanpa harus diminta.

Kami perlu mengingatkan bahwa sistem tertutup, eksklusif dan proteksionis, yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan sudah tidak relevan lagi untuk dipertahankan. Kerahasiaan merupakan musuh peradaban, menumpulkan inisiatif publik, dan menumbuhkan sangkaan buruk serta ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah. Tanpa keterbukaan informasi, pemerintahan akan menjadi tragedi karena akan menanam benih penyimpangan.

Di usia 10 tahun ini, implementasi UU KIP masih berjalan lamban. Kalaupun badan publik sudah mulai memberikan pelayanan informasi, itupun dilakukan masih secara parsial tanpa sistem dan perencanaan yang baik. Akibatnya, berbagai informasi seperti proses legislasi di DPR/D, data BUMN/D, perizinan perkebunan, proses penganggaran APBD, dan alokasi dana desa, masih sulit diakses oleh publik.

Komentar

Komentar
()

Top