Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Ketahui Kondisi Medis yang Tidak Disarankan untuk Sunat

Foto : istimewa

Dokter Spesialis Bedah Anak Subspesialis Bedah Digestif Anak RS Pondok Indah – Bintaro Jaya dr. Yessi Eldiyani, Sp. B. A., Subsp. D. A

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sebelum mengajak si kecil sunat yang secara medis dikenal dengan istilah sirkumsisi biasanya para orang tua biasanya akan melakukan survei terlebih dahulu. Selain survei seputar harga dan tempat, biasanya orang tua juga akan bertanya pada teman atau kerabat, kapan sebaiknya seorang anak disunat.

Menurut Dokter Spesialis Bedah Anak Subspesialis Bedah Digestif Anak RS Pondok Indah - Bintaro Jaya dr. Yessi Eldiyani, Sp. B. A., Subsp. D. A., (K), dari sisi medis, tidak ada usia tertentu yang dipandang optimal untuk melakukan prosedur sunat. Jika tidak ada masalah atau indikasi medis tertentu, dapat dilakukan kapan saja.

"Saat ini, semakin banyak orang tua yang tak segan membawa anaknya untuk disunat sejak dini, bahkan sebelum si kecil berusia 1 tahun," ujar dia melalui keterangan pada hari Kamis (4/7).

Dr. Yessi menjelaskan, selain karena adanya indikasi medis, sunat dilakukan untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi saluran kemih. Manfaat yang didapat dengan yang dilakukan ketika bayi tak jauh berbeda dengan tindakan sunat yang dilakukan ketika anak berusia sekolah.

Bedanya, penggunaan anestesi pada pasien bayi dapat lebih sedikit dibandingkan dengan anak yang berusia lebih besar. Lalu, ketika masih bayi, si kecil belum terlalu banyak bergerak, sehingga proses penyembuhan pun dapat lebih cepat. Risiko sunat saat bayi, usia balita, hingga usia sekolah juga relatif sama.

Selain memperhatikan usia yang tepat untuk menjalani proses sunat, orang tua juga perlu memperhatikan kondisi kesehatan anak. Pasalnya, ada beberapa kondisi medis tertentu yang tidak disarankan untuk dilakukan tindakan sunat karena dapat berisiko terjadinya komplikasi.

Pertama adalah kondisi medis tersebut di antaranya adanya hipospadia di muara uretra yang terletak tidak pada ujung penis, tetapi pada bagian ventral penis. Hipospadia adalah kondisi di mana pasien seakan-akan telah disunat dari dalam kandungan.

"Kedua adanya epispadia, berkebalikan letaknya dengan hipospadia, yaitu di bagian dorsal penis, dengan gejala yang sama. Ketiga si kecil mengalami kelainan pembekuan darah, seperti hemofilia dan anemia aplastik," ungkapnya.

Untuk menjaga dampak buruk, kata Dr. Yessi ada baiknya tindakan sunat dilakukan di rumah sakit bersama dokter spesialis bedah umum atau dokter spesialis bedah anak. Dengan demikian jika ditemukan adanya kelainan organ atau kondisi medis tertentu, dokter dapat memberi penjelasan dan penanganan yang lebih tepat.

"Biasanya setelah tindakan sunat, pasien akan mengalami beberapa reaksi jangka pendek yang tidak membahayakan. Oleh karena itu, hal ini tidak perlu dikhawatirkan. Reaksi tersebut antara lain seperti rasa ngilu pada kepala penis yang baru disunat," paparnya.

Menurut Dr. Yessi,, hal tersebut tergolong wajar terjadi karena kepala penis menjadi lebih sensitif terhadap sentuhan atau ketika kontak dengan celana dalam. Rasa ngilu akan berangsur-angsur berkurang dalam kurun waktu dua hingga empat minggu.

Pasien disarankan untuk menggunakan celana dalam yang lebih longgar atau celana dalam sunat. Jika selesai berkemih jangan lupa bersihkan sisa air dengan tisu atau kasa pada tiga hari pertama setelah sunat.

"Selanjutnya, pada seminggu awal sunat sebaiknya mengurangi sejumlah aktivitas tertentu seperti naik sepeda, naik motor, atau menunggang kuda untuk mengurangi gesekan antara luka sunat dengan sadel," sarannya.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top