Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Mobilisasi Modal I Bank Dunia Bagikan Data untuk Tarik Investor ke Negara Berkembang

Kesenjangan Pekerja dan Lapangan Kerja di Negara Berkembang Masih Dalam

Foto : ISTIMEWA

ACHMAD MARUF Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta - Risiko jebakan utang merugikan semua aspek tidak hanya ekonomi, tapi juga politik. Lebih baik membangun atas kapasitas riil kita

A   A   A   Pengaturan Font

WASHINGTON - Presiden Bank Dunia, Ajay Banga, pada Minggu (24/2), menyatakan mulai minggu depan akan memublikasikan lebih banyak data miliknya, termasuk mengenai gagal bayar utang, sebagai bagian dari upaya untuk menarik lebih banyak investasi sektor swasta ke negara-negara berkembang.

Berbicara di Forum Pembangunan Tiongkok, Banga mengatakan bahwa Grup Bank Dunia telah memobilisasi 41 miliar dollar AS modal swasta untuk negara-negara berkembang dan mengumpulkan 42 miliar dollar AS lagi dari sektor swasta untuk penerbitan obligasi tahun lalu, dan jumlah keduanya tahun ini akan melampaui jumlah tersebut.

Dikutip dari The Straits Times, Banga mengatakan perlu lebih banyak kemajuan di mana bank sentral mengambil tindakan di sejumlah bidang untuk mengatasi hambatan yang menghambat investasi sektor swasta di negara-negara berkembang.

"Pertumbuhan ekonomi telah melambat di negara-negara berkembang, dengan pertumbuhan turun menjadi hampir 4 persen dari 6 persen dalam dua dekade," kata Banga, sambil mencatat bahwa setiap poin persentase yang hilang akan menyeret 100 juta orang ke dalam kemiskinan, sementara tingkat utang meningkat.

Banga mencatat bahwa negara-negara berkembang juga menghadapi kesenjangan yang "tak terbayangkan" antara 1,1 miliar generasi muda yang diperkirakan akan memasuki dunia kerja pada dekade berikutnya dan perkiraan penciptaan lapangan kerja hanya sebesar 325 juta lapangan kerja.

"Untuk lebih memahami masalah ini, bank tersebut mengadakan kelompok fokus dengan 15 kepala eksekutif perusahaan manajemen aset, bank dan operator yang mengidentifikasi kekhawatiran seperti kepastian peraturan, asuransi risiko politik dan risiko nilai tukar mata uang asing," katanya.

Bank tersebut bulan lalu telah mengumumkan reformasi yang akan mengonsolidasikan struktur jaminan pinjaman dan investasinya serta melipatgandakan jaminan tahunannya menjadi 20 miliar dollar AS pada tahun 2030.

Mulai minggu depan, kata Banga, bank sentral dan konsorsium lembaga pembangunan juga akan mulai memublikasikan data pemulihan sektor swasta berdasarkan tingkat pendapatan daerah, sebagai langkah untuk membangkitkan kepercayaan investor.

Bank Dunia juga akan menerbitkan data gagal bayar sektor swasta yang dikelompokkan berdasarkan peringkat kredit, serta statistik gagal bayar negara dan tingkat pemulihan sejak tahun 1985. "Semua upaya ini berkontribusi pada satu tujuan: mendatangkan lebih banyak modal sektor swasta ke negara-negara berkembang untuk mendorong dampak dan menciptakan lapangan kerja," kata Banga.

Bank Dunia juga sedang mengupayakan upaya jangka panjang untuk membangun platform sekuritisasi yang akan memudahkan dana pensiun dan investor institusi lainnya untuk menyalurkan 70 triliun dollar AS ke pasar negara berkembang.

Menggabungkan investasi-investasi besar yang terstandardisasi dalam satu paket, katanya, akan mendorong investasi yang berarti dalam skala besar sekaligus mengatasi tambal sulam pinjaman-pinjaman kecil.

"Perjalanan luar biasa Tiongkok dalam lima dekade terakhir merupakan bukti atas apa yang mungkin terjadi," kata Banga, seraya mencatat bahwa Tiongkok telah menciptakan ratusan juta lapangan kerja, mengurangi kemiskinan secara signifikan, dan mengurangi emisi.

"Dulunya merupakan negara peminjam utama Bank Dunia, Tiongkok kini menjadi salah satu donor terbesar bagi bank tersebut," tambahnya.

Suku Bunga Tinggi

Direktur Celios, Bhima Yudisthira, mengatakan langkah Bank Dunia perlu dicermati seolah mendorong keterlibatan investor global dalam membeli surat utang pemerintah sebagai cara agar porsi utang bank dunia berkurang.

"Cara ini sebenarnya mengarahkan lebih banyak negara masuk ke siklus utang yang makin buruk," tegas Bhima.

Untuk menarik minat investor global termasuk dana pensiun dan asuransi, dibutuhkan sweetener berupa suku bunga utang yang tinggi.

"Saran Bank Dunia bisa menjerumuskan negara seperti Indonesia ke dalam jeratan utang yang akan sulit di renegosiasi jika terjadi gagal bayar karena melibatkan lembaga privat," katanya.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Maruf, mengingatkan Indonesia agar tidak tergoda dengan bujukan Bank Dunia untuk terus berutang. Indonesia semestinya mengurangi utang terutama yang konsumtif agar bisa mandiri menentukan arah bangsa.

"Risiko jebakan utang merugikan semua aspek tidak hanya ekonomi, tapi juga politik. Lebih baik membangun atas kapasitas riil kita," kata Maruf.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top