Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kepedulian Gereja terhadap Kaum Muda

A   A   A   Pengaturan Font

Judul : Sahabat Sepeziarahan
Penulis : Komisi Kepemudaan KWI
Penerbit : Obor
Cetakan : 2019
Tebal : xvi + 158 halaman
ISBN : 978-979-565-841-2

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia adalah 237.641.326 orang. Laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,49 per tahun. Pada tahun 2020, diperkirakan jumlah penduduk usia muda 15 sampai 24 tahun akan mencapai 50-60 persen. Maka, ada sekitar empat juta orang muda Katolik yang tersebar di keuskupan-keuskupan seluruh Indonesia. Pada tahun 2020 tentu jumlah tersebut akan makin berkembang.

Artinya, pada masa setelah tahun 2020, akan menjadi bonus demografi jika penduduk usia muda tersebut memiliki kualitas, keterampilan, dan pekerjaan. Sebaliknya, jumlah penduduk muda sebanyak itu akan menjadi musibah demografi jika tidak berkualitas dan militan (hlm 1).

Dalam Kitab Suci termaktub perhatian dan cinta Tuhan dan umat-Nya kepada orang muda. Begitu juga dalam tradisi Gereja, ditemukan banyak sapaan kepada orang muda. Dokumen-dokumen Konsili Vatikan II menyapa orang muda. Para paus dan uskup sering berbicara kepada orang muda secara langsung maupun melalui pesan-pesan tertulis dan rekaman audio visual.

Berbeda dari sebagian masyarakat yang melihat orang muda dengan peran yang tidak terlalu signifikan, Gereja memandang lebih positif. Gereja menyadari, keinginan terkuat orang muda adalah kebebasan. Mereka ingin bebas dari semua tatanan yang membelenggu. Mereka menuntut orisinalitas, kesederhanaan, serta menolak masyarakat yang penuh kemunafikan. Dinamika ini membuat mereka mampu memperbarui budaya lama yang buruk.

Orang muda memiliki potensi kreatif luar biasa. Mereka bukan hanya menjadi Gereja hari esok, namun juga Gereja saat ini. "Gereja melihat orang muda sebagai kekuatan besar untuk pembaruan. Sedangkan pembaruan merupakan hakikat Gereja," (hlm 31). Sebab itu, pelayanan pastoral untuk orang muda harus dilakukan dengan kerendahan hati, menggantikan sikap ketidakpercayaan dan apatisme.

Orang muda harus punya iman kuat. Mereka sering diberikan aneka kesempatan untuk membuat pertimbangan dan keputusan serius mengenai iman. Sebab, iman yang diterima ketika bayi dengan baptisan tidak berarti segera menjadi milik pribadinya. Bahkan sampai tua, jika mereka tidak mendapat bimbingan.

Orang muda harus menjadi bagian komunitas. Begitu menginjak remaja, mereka mengawali perluasan jaringan pertemanan. Dari relasi keluarga dan pertemanan di sekolah, mereka mulai berinteraksi dengan kelompok-kelompok lain. Begitu juga yang dilakukan Yesus saat pergi mewartakan Kerajaan Allah.

Dia memanggil orang-orang untuk datang mengikuti-Nya. Ketika melihat kerumunan orang, Dia merasa membutuhkan keakraban dengan mereka. "Walaupun jadwal-Nya padat, Yesus selalu menyisihkan waktu untuk mengajar para rasul secara tersendiri dan untuk merasakan persahabatan mereka," (hlm 69).

Dalam komunitas imani, orang muda Katolik lebih cepat bertumbuh dalam iman. Iman akan menjadi cara hidup. Komunitas pun tempat terbaik bagi persekutuan kehidupn, kasih, dan kebenaran untuk dialami. Orang muda harus melayani secara tulus dan sepenuh hati.

Yang membedakan Yesus dari guru-guru lain pada zaman itu karena Dia memberikan pelayanan tulus. Ketika yang lain menawarkan kata-kata di bibir, Dia justru memperluas jangkauan pertolongan-Nya pada kaum yang membutuhkan. Ini khususnya yang kecil, lemah, miskin tersingkir, dan disabilitas.

Orang muda yang telah mengalami pertumbuhan relasi dengan Kristus dan komunitas mau tak mau harus bergerak untuk misi pelayanan. Sebab iman menyalakan hati dengan bela rasa Kristus akan keselamatan semua orang. Buku ini secara khusus ditujukan kepada semua pihak penentu kebijakan pastoral dan pembinaan Orang Muda Katolik di semua lingkup Gereja. Diresensi Lailatul Qodariyah, Alumna Universitas Trunojoyo Madura

Komentar

Komentar
()

Top