Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kepala Daerah Menyebalkan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Barangkali bulan Oktober ini benar-benar waktu yang membuat seluruh rakyat marah. Betapa tidak, belum genap 30 hari bulan ini, ada tiga kepala daerah yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menelan uang rakyat.
Dimulai penangkapan langsung (OTT) Bupati Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara (AIM), Minggu, 6 Oktober 2019. Dia ditangkap saat menerima suap dalam kaitan proyek Dinas Perdagangan di Kabupaten Lampung Utara. Dari kamar AIM, KPK mengamankan uang 200 juta rupiah. KPK juga menangkap Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara, Wan Hendri.


Kemudian Bupati Indramayu, Supendi, juga dicokok KPK, Selasa (15/10). Selain Supendi, KPK juga menetapkan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Indramayu, Omarsyah (OMS), dan Kepala bidang Jalan di Dinas PUPR Indramayu, Wempy Triyono, sebagai tersangka. Tersangka lainnya terduga pihak pemberi suap dari swasta, Carsa AS.
Hanya beberapa jam kemudian, Rabu (16/10), Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin, giliran diringkus KPK bersama enam orang, dari unsur Kepala Dinas PU, protokoler, ajudan wali kota, dan swasta. Harta Dzulmi dinilai naik tajam setelah menjadi wali kota. Tahun 2016 "baru" sekitar sembilan miliar rupiah. Tapi tahun 2017, sudah menjadi 20 miliar rupiah lebih.


Bagaimana ya, para kepala daerah ini sama sekali menjengkelkan, bodoh, dungu, dan bikin kesal masyarakat. Tak heran, masyarakat bergembira ketika pemimpinnya ditangkap karena korupsi. Mereka malah bersyukur, seperti diperlihatkan warga Medan.
Modus mereka standar, menerima upeti dari kepala-kepala dinas atas rekomendasi bupati atau wali kota untuk proyek-proyek di wilayah mereka. Ini adalah modus umum. Maka, sebenarnya KPK tidak lagi kesulitan menangkap mereka karena cara kerjanya seragam.


Rakyat geram sekali dengan penangkapan-penangkapan para kepala daerah. Mereka seperti tidak pernah membaca berita bahwa sudah banyak rekan sejawat ditangkap dan tidak mau belajar. Artinya, tidak ada ketakutan dari wali kota, bupati, atau gubernur untuk korupsi.
Para kepala daerah sepertinya sakit jiwa. Mental mereka sudah terkontaminasi korupsi. Maka, apa pun yang terjadi, sepertinya mereka harus koropsi. Untuk itu, masyarakat tak perlu merasa kaget karena rasanya masih akan ada lagi kepala daerah yang ditangkap KPK. Alasannya itu tadi, mental mereka memang berjiwa korup.


Barangkali para kepala daerah lainnya pun sebenarnya sudah banyak yang korupsi. Mereka hanya belum ditangkap KPK. Makanya, sangat sulit menghentikan niat korupsi karena memang sudah mendarah daging. Barangkali perlu adanya pertobatan bersama para kepala daerah. Mereka perlu dimasukkan ke dalam Retret Agung sebulan untuk memasukkan nilai-nilai moral.


Ini pun belum menjamin mereka akan menjauhkan diri dari korupsi. Sebab kalau sudah urusan mental perlu perjuangan keras dari dalam diri orang itu sendiri. Segala masukan moral dari luar sifatnya hanya membantu. Kalau dari dalam hati sang kepala daerah sendiri tidak ada niat berjuang melawan ketamakan, apa pun pelajaran moral yang diberikan, hanya masuk telinga kiri keluar telinga kanan.


Bingung juga masyarakat atas perilaku korup para kepala daerah ini. UU sudah ada. Hukuman sudah jelas. Mengapa semua itu tak mampu menjerakan para kepala daerah untuk korupsi. Hal ini perlu dipikirkan bersama. Tetapi jangan lalu dengan mudah untuk mengembalikan pemilihan langsung kepada daerah ke DPRD. Itu bukan solusi, tetapi kemunduran demokrasi.


Yang diperlukan barangkali tes kejiwaan, mental, dan hati. Tapi soal hati, siapa yang tahu? Jadi, semua kembali kepada integritas para kepala daerah itu sendiri. Kalau tidak berani menjauhi korupsi, sebaiknya tidak usah menjadi kepala daerah.

Komentar

Komentar
()

Top