Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Rabu, 22 Des 2021, 07:06 WIB

Orang Tua Perlu Jeli Mengirim Putri ke Sekolah 'Mondok'

Sejumlah santriwati bercengkerama di salah satu rumah lumbung Pondok Pesantren Tahfidz Ki Marogan Palembang, Sumatra Selatan, Minggu (7/11/2021). Kawasan wisata alam dan rumah lumbung di Ponpes Tahfidz Ki Merogan dipersiapkan menjadi destinasi wisata bagi masyarakat sebagai bentuk pemberdayaan ekonomi di lingkungan pesantren.

Foto: ANTARA FOTO/Feny Selly/tom

Pendidikan merupakan hak setiap rakyat. Kenyataan ini sudah jauh-jauh waktu dipikirkan para pendiri bangsa. Maka, hak tersebut dituangkan dalam Pembukaan UUD 45 alinea keempat.

"Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan Kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial."

Berdasarkan penggalan alinea keempat, maka sejak dideklarasikan kemerdekaan, Indonesia sudah bercita-cita untuk meningkatkan kecerdasan bangsa. Kemudian hal itu muncul secara tegas dalam Pasal 31 UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tetapi pendidikan dasar merupakan kewajiban yang harus diikuti oleh setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayai kegiatan tersebut.

Walau pendidikan juga menjadi kewajiban negara, hanya dalam beberapa hal belum seluruhnya berlaku begitu. Maka orang tua mau tak mau harus mengupayakan sendiri untuk pendidikan anak-anak. Namun banyak juga orang tua yang tak memiliki kemampuan finansial cukup untuk mengirim anak-anak ke sekolah.

Maka ketika ada tawaran kemudahan untuk menempuh pendidikan, kelompok orang tua yang tak mampu, mudah tergiur sehingga merelakan anak-anaknya menjalankan tawaran kemudahan pendidikan tersebut.

Tampaknya situasi krusial orang tua seperti itulah yang dimanfaatkan pengasuh Madani Boarding School, sekolah mondok, Herry Wirawan. Setidaknya ini yang dikemukakan pengacara para korban perkosaan Herry, Yudi. "Korban diiming-imingi jadi Polisi Wanita hingga dibiayai kuliahnya oleh terdakwa. Itulah taktik untuk melancarkan aksi cabul Herry kepada belasan korban santriwatinya," kata Yudi di Pengadilan Negeri Kota Bandung, Selasa (21/12).

"Korban ini diimingi mau jadi polwan, kuliah dibiayai sama pelaku. Terus mau kerja di mana nanti bapak yang urus, gampang," tambah Yudi yang saat ini mendampingi 11 korban perkosaan Herry.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan akan mengevaluasi seluruh sekolah berasrama. Sebab kasus seperti dilakukan Herry, hanyalah puncak gunung es. Dia menduga masih banyak kasus lain serupa.

Sinyalemen Menag bukan tanpa alasan karena kemudian terungkap kasus pencabulan para pengasuh sekolah berasrama lain seperti di Depok dengan 10 korban, Tasikmalaya 9 korban, atau Cilacap dengan 15 korban.

Memprihatinkan memang, tokoh yang dipercaya sebagai pendidik ternyata serigala berbulu domba. Semoga kasus-kasus tersebut mendorong para orang tua lebih cermat lagi bila ingin mengirim putri-putri mereka ke sekolah berasrama.

Kenali lebih dulu reputasi sekolah berasrama dan pengasuhnya. Jangan sampai putri-putri yang masih lugu dengan niat tulus mau menuntut ilmu, malah menjadi korban pencabulan.
Banyak sekali sekolah berasrama yang bagus dan benar-benar profesional dalam mendidik para murid. Nah, sebaiknya cari sekolah berasrama seperti itu. Ada banyak sekali.

Redaktur: Koran Jakarta

Penulis: Koran Jakarta

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.