Kenaikan PPN Justru Berdampak Berkurangnya Pendapatan Negara
Massa Demo Menolak Tarif PPN 12 Persen.
Foto: ANTARA/Muhammad RamdanJAKARTA – Kebijakan pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Langkah ini dianggap tidak peka terhadap kondisi rakyat yang telah bertahun-tahun berjuang menjalani hidup hemat dan sederhana akibat tekanan ekonomi.
Massa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia menggelar aksi unjuk rasa menolak pemberlakuan tarif PPN 12 persen di Patung Arjuna Wijaya yang dikenal dengan sebutan Patung Kuda, Gambir, Jakarta Pusat. Mereka membawa posterposter yang berisi aspirasi dan tuntutan. Meski sempat ricuh dengan aksi pembakaran ban dan pelemparan benda-benda, namun pihak kepolisian membubarkan aksi karena sudah melewati pukul 18.00 WIB, aturan batas akhir unjuk rasa.
Ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen ini bukan hanya membebani masyarakat, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi. “Rakyat sudah belajar hidup hemat, bahkan untuk kebutuhan dasar seperti makan dan transportasi.
Tapi, mengapa pemerintah terus memaksakan kenaikan pajak yang membebani rakyat kecil?” ujarnya. Ia juga memperingatkan bahwa kenaikan PPN ini diperkirakan akan meningkatkan inflasi hingga 0,5 persen pada tahun pertama implementasinya. Dampaknya akan sangat terasa pada harga kebutuhan pokok dan barang-barang lainnya, yang pada akhirnya semakin menekan daya beli masyarakat. “Inflasi akibat kenaikan tarif PPN ini tidak hanya membuat barang lebih mahal, tetapi juga dapat memicu tekanan yang lebih besar terhadap pengeluaran masyarakat kelas bawah.
Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak ini dengan serius,” tambahnya. Karena itu, langkah kenaikan tarif PPN ini, menurutnya perlu ditinjau ulang. Dalam situasi ekonomi yang penuh tekanan, pemerintah seharusnya lebih fokus pada kebijakan yang meringankan beban rakyat, bukan justru menambah beban dengan kebijakan yang tidak berpihak pada kebutuhan dasar masyarakat.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Gedung Parlemen, mengajak masyarakat untuk melakukan hidup hemat sebagai langkah strategis untuk menekan adanya dampak dari kenaikan pajak tersebut. Hidup hemat atau frugal living sendiri dapat dimaknai sebagai pola hidup yang menekankan pada pengelolaan keuangan yang hemat dan bijaksana. Penerapan frugal living biasanya terorientasi terhadap pengeluaran yang terbatas, penting, dan membawa manfaat jangka panjang.
Pengamat kebijakan publik Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi, mengatakan fenomena hidup hemat atau frugal living (FL) ini bisa memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap tax ratio. “Dalam jangka panjang, fenomena hidup hemat atau FL akan berdampak memperburuk ketimpangan ekonomi, terlebih jika pemerintah gagal menyeimbangkan kebijakan kenaikan PPN dengan daya beli masayarakat,” ungkap Badiul.
Jika menilik data Badan Pusat Statistik (BPS), fenomena FL ini sebenarnya bukan hanya respons atas rencana penaikan PPN, tetapi refleksi atas penurunan daya beli masyarakat karena naiknya harga-harga kebutuhan pokok. Di sisi lain, kondisi ini tidak diimbangi oleh kenaikan penghasilan/pendapatan masyarakat. Belum lagi masalah utang rumah tangga dari pinjaman konsumtif yang juga berdampak pada daya beli masyarakat.
Pengamat ekonomi, Salamuddin Daeng, mengatakan hampir dipastikan kenaikan PPN 12 persen akan berdampak buruk pada perekonomian nasional. Konsumsi akan tertekan, investasi akan tertekan, belanja perusahaan akan tertekan, dan pada ujungnya belanja pemerintah pun akan tertekan. “Kita akan lihat bahwa kenaikan PPN akan berdampak pada berkurangnya pendapatan negara dari PPN dan pajak lainnya,” ujar Daeng. Sebetulnya, kata Daeng, di saat kondisi perekonomian melemah, kebijakan yang harus ditempuh pemerintah adalah melakukan berbagai pelonggaran agar perekonomian leluasa bergerak, seperti menurunkan pajak atau insentif pajak lainnya. Karena ini secara langsung akan meningkatkan daya beli masyarakat.
“Perkiraan tahun 2025 akan ada tekanan yang lebih berat kepada pendapatan negara dari pajak. Namun, Kementerian Keuangan tampaknya telah menjanjikan uang lebih kepada Presiden. Masalahnya sekarang dari mana uang itu akan diperoleh setelah kenyataan di depan mata bahwa kebijakan menaikkan PPN 12 persen hanya bermodalkan keputusan politik dan tidak dilandasi oleh suatu kajian akademis yang memadai,” tegas Daeng.
Timbulkan Stress
Pakar psikologi dari Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, M. G. Bagus Ani Putra, mengungkapkan selain perilaku menekan pengeluaran dengan hdiup hemat, kenaikan PPN menjadi 12 persen berisiko menimbulkan stres dan kecemasan di masyarakat, yang jika tidak terkelola akan berdampak buruk.
“Tekanan pada masyarakat termasuk soal ekonomi seperti kenaikan harga, akan disikapi oleh setiap orang, baik secara emosional maupun rasional. Dari sisi emosional, mereka akan mengeluh bahkan panik karena harga-harga yang ikutikutan naik, meskipun dikatakan kenaikan PPN hanya pada barang-barang tertentu. Kegaduhan emosi ini juga akan berdampak pada dunia usaha yang ikutikutan menaikkan harga sehingga semakin menekan psikologis masyarakat.
Jika tidak tertangani dengan baik, masyarakat akan jadi stressfull, dan dikhawatirkan akan bereaksi berlebihan hingga terjebak pinjol atau bahkan lebih jauh sampai bunuh diri jika tidak mampu mengatasi himpitan ekonomi. Kita harapkan tidak sampai terjadi, dan pemerintah memahami reaksi ini dengan kebijakannya. Sementara di sisi lain, sebagian masyarakat akan lebih rasional dengan lebih berhemat. Seperti perilaku hidup hemat, sebenarnya sudah diterapkan sejak pascakrisis ekonomi akibat pandemi.
Redaktur: M. Selamet Susanto
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Arsenal Berambisi Lanjutkan Tren Kemenangan di Boxing Day
- 2 Gerak Cepat, Pemkot Surabaya Gunakan Truk Tangki Sedot Banjir
- 3 Harus Realistis, Tunda Tarif PPN 12%
- 4 Begini Rekayasa Lalu Lintas di Sekitar Monas pada Senin Malam
- 5 Siap Tayang 9 Januari 2025, Film “Ketindihan” Hadirkan Mitos Jin Pengganggu Tidur
Berita Terkini
- Libur Nataru, Penyeberangan Merak Menuju Bakauheni Lancar
- Klasemen Liga Italia: Atalanta Lewati Inter Milan di Puncak Klasemen
- Ini Klasemen dan Hasil Liga 1 Sabtu: Persebaya Masih di Posisi Teratas
- Perkuat Kerukunan, Menag Ajak Masyarakat Jaga Harmoni di Tengah Keberagaman Menuju 2025
- Ternyata Ini Penyebabnya Kenapa Pemkab Bekasi Tiadakan Program Bantuan Langsung Tunai pada 2025