Senin, 23 Des 2024, 00:00 WIB

Kenaikan PPN 12% Bukan Opsi Tepat untuk Genjot Penerimaan Negara, Pemerintah Butuh Terobosan

Kementerian Keuangan (Kemenkeu)

Foto: antara

JAKARTA – Tren perbaikan perolehan pajak dalam empat bulan terakhir perlu terus dilakukan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Salah satu opsinya dengan memperluas basis pajak atau tax base yang fokus ke badan, mengingat menaikan pajak pertambahan nilai (PPN) bukan opsi tepat saat ini.

Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menegaskan Kemenkeu perlu melakukan terobosan lain untuk meningkatkan pemasukan negara selain melalui pajak. Terlebih lagi, kondisi ekonomi Indonesia saat ini dinilai lesu.

Selain itu, kenaikan pajak tersebut dinilainya bertentangan dengan konsep Countercyclical Capital Buffer (CCyB) yang digaungkan Kemenkeu pada masa pandemi Covid-19 lalu. “Tidak berarti ketika kita ingin terus meningkatkan tren pajak yang dilakukan adalah sebagaimana yang sudah dilakukan dan saya juga tahu itu ada di Undang-Undang HPP dengan meningkatkan PPN dari 11 menjadi 12 persen,” tegasnya dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama Menteri Keuangan, Sri Mulyani, di Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta, pekan lalu.

Dia menjelaskan kondisi di masyarakat saat ini terjadi penurunan daya beli. Hal itu terjadi lantaran PHK (pemutusan hubungan kerja) massal terjadi di mana-mana akibat banyaknya perusahaan besar bangkrut. Bahkan belum lama ini, dia mengungkapkan ramai diberitakan para petani membuang hasil panen mereka karena harga jual terlampau murah.

Dihubungi terpisah, Guru Besar Tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Rizal Edi Halim, menegaskan pemerintah perlu mengevaluasi upaya meningkatkan penerimaan negara. “Jadi, memang penerimaan harus dioptimalkan, tax ratio harus dinaikkan dengan cara menaikkan tax base-nya (basis pajak). Ini harus diperlebar yang fokus kepada badan. Itu yang paling penting, bukan sekadar menaikan pajaknya, tetapi basis pajaknya juga harus diperluas,” tegas Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN RI) periode 2020–2023 itu.

Upaya lainnya, papar Rizal, pengontrolan APBN ketika dibelanjakan. Apalagi, belanja setiap kementerian/lembaga sering tidak efektif, tidak mencapai sasaran dan menjadi sia-sia.

Pengamat ekonomi, Salamuddin Daeng, menilai kebijakan menaikkan PPN 12 persen sebagai bentuk langkah instan, tanpa melakukan usaha serius dalam membenahi internal kementerian. Kebijakan mengenakan PPN 12 persen, papar Daeng, banyak ditentang oleh masyarakat karena akan semakin melemahkan daya beli, konsumsi, dan pertumbuhan ekonomi.

Tumbuh Positif

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan hingga akhir November 2024, realisasi pendapatan negara mencapai 2.492,7 triliun rupiah atau 89 persen dari target. Angka tersebut naik 1,3 persen dari periode sama tahun lalu (yoy) sebesar 2.461 triliun rupiah.

“Pendapatan negara kita mendapatkan tekanan yang luar biasa besar sampai dengan bulan Juli–Agustus. Kita lihat pendapatan negara, terutama dari pajak dan bahkan bea cukai, semenjak tahun lalu tekanannya luar biasa. Sehingga untuk mendapatkan positive growth itu juga merupakan sesuatu yang turn around yang kita juga akan sangat harapkan akan terus terjaga momentumnya. Ini adalah suatu momen yang cukup positif,” kata Menkeu.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan: