Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sektor Pertanian I Bank Dunia Siapkan Pembiayaan US$30 Miliar untuk Ketahanan Pangan

Kenaikan Harga Pangan Hancurkan Mereka yang Paling Miskin dan Rentan

Foto : KORAN JAKARTA/WAHYU AP

ESTHER SRI ASTUTI Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undip Semarang - Jadi, harus lebih berhatihati dalam menggunakan dana yang sumbernya dari pinjaman. Alokasikan untuk kegiatan yang benar-benar efektif dan efisien.

A   A   A   Pengaturan Font

» Kenaikan tajam harga-harga bahan pokok dan kekurangan pasokan memicu tekanan pada rumah tangga.

» Pembiayaan tidak akan efektif jika tidak digunakan untuk meningkatkan kuasa ekonomi rakyat atas pangan.

WASHINGTON - Bank Dunia, pada Rabu (18/5) waktu Washington, mengumumkan kebijakan yang akan ditempuh sebagai bagian dari tanggapan global yang komprehensif terhadap krisis ketahanan pangan yang sedang berlangsung. Lembaga tersebut akan menyediakan pembiayaan hingga 30 miliar dollar AS guna membiayai proyek-proyek yang sudah ada maupun proyek yang baru.

Dalam pernyataannya, Bank Dunia mengatakan pembiayaan yang tersedia di bidang-bidang, seperti pertanian, nutrisi, perlindungan sosial, air dan irigasi akan direalisasikan guna mengatasi kerawanan pangan selama 15 bulan ke depan. Termasuk upaya untuk mendorong produksi pangan dan pupuk, meningkatkan sistem pangan, memfasilitasi perdagangan yang lebih besar, dan mendukung rumah tangga dan produsen yang rentan.

Bank Dunia bekerja dengan negara-negara dalam persiapan 12 miliar dollar AS untuk proyek baru dalam kurun waktu 15 bulan ke depan sebagai respons krisis ketahanan pangan.

Selain itu, portofolio lembaga yang berbasis di Washington itu juga mencakup dana yang belum dicairkan sebesar 18,7 miliar dollar AS pada proyek-proyek yang terkait langsung dengan masalah ketahanan pangan dan gizi, yang mencakup pertanian dan sumber daya alam, gizi, perlindungan sosial, dan sektor lainnya.

"Kenaikan harga pangan memiliki dampak yang menghancurkan bagi mereka yang paling miskin dan paling rentan," kata Presiden Grup Bank Dunia, David Malpass.

Untuk menginformasikan dan menstabilkan pasar, sangat penting bagi negara-negara untuk membuat pernyataan yang jelas sekarang tentang peningkatan produksi di masa depan sebagai tanggapan atas perang Russia-Ukraina.

Malpass juga mendesak negara-negara produsen untuk melakukan upaya bersama guna meningkatkan pasokan energi dan pupuk, membantu petani meningkatkan penanaman dan hasil panen, dan menghapus kebijakan yang menghalangi ekspor dan impor, mengalihkan makanan ke biofuel, atau mendorong penyimpanan yang tidak perlu.

Sebelumnya, Bank Dunia bersama Dana Moneter Internasional (IMF), Program Pangan Dunia PBB (WFP) dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyerukan tindakan mendesak dan terkoordinasi terkait ketahanan pangan, dan mengimbau negara-negara untuk menghindari pelarangan ekspor makanan atau pupuk.

Dalam pernyataan bersama, para pemimpin keempat lembaga tersebut memperingatkan bahwa perang di Ukraina menambah tekanan yang ada dari krisis Covid-19, perubahan iklim, dan meningkatnya kerapuhan dan konflik, yang mengancam jutaan orang di seluruh dunia.

Kenaikan tajam harga-harga bahan pokok dan kekurangan pasokan memicu tekanan pada rumah tangga. Ancaman terbesar terjadi di negara-negara termiskin, tetapi kerentanan juga meningkat pesat di negara-negara berpenghasilan menengah, yang menampung sebagian besar orang miskin di dunia.

Krisis yang semakin parah dapat memicu ketegangan sosial di banyak negara yang terdampak, terutama yang sudah rapuh atau terkena dampak konflik.

Liberalisasi Pangan

Peneliti Mubiyarto Institute, Awan Santosa, yang diminta pendapatnya, mengatakan krisis pangan terjadi akibat liberalisasi pangan yang berakibat dominasi korporasi atas produksi dan distribusi pangan. Hal itu, katanya, akan selalu menimbulkan kerentanan karena lemahnya kedaulatan pangan.

"Nah, apakah pembiayaan Bank Dunia tersebut menjawab akar masalah struktural krisis pangan," kata Awan.

Menurut Awan, pembiayaan tidak akan efektif jika hal tersebut tidak digunakan untuk meningkatkan kuasa ekonomi rakyat (petani dan koperasi) atas produksi dan distribusi pangan.

Sementara itu, Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan pembiayaan dari Bank Dunia itu sifatnya loan bukan grant (hibah). "Jadi, harus lebih berhati-hati dalam menggunakan dana yang sumbernya dari pinjaman. Alokasikan untuk kegiatan yang benar-benar efektif dan efisien," paparnya.

Sejumlah tantangan krusial harus diselesaikan seperti perubahan iklim dan bencana, urbanisasi, transisi demografi di sektor pertanian serta kendala teknologi dan produktivitas yang rendah. "Alokasikan dana untuk menyelesaikan tantangan ini," tegas Esther.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top