Kemesraan Rusia-Tiongkok, Membaca Misi Putin dalam Memperluas Pengaruh di Asia
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dan Presiden Tiongkok Xi Jinping.
Secara historis, kedekatan Rusia dan Cina saat ini merupakan konsekuensi rekonsiliasi diplomatik kedua negara sejak berakhirnya Perang Dingin pada akhir 1980-an. Tahun 1996, para pemimpin kedua negara saat itu, Presiden Boris Yeltsin dan Presiden Jiang Zemin, menandatangani "kemitraan strategis untuk dunia multipolar" dan kedekatan ini dilanjutkan oleh para penerus mereka.
Ada beberapa kesamaan yang mendorong kedekatan mereka.
Pertama, kekecewaan dan kekhawatiran keduanya terhadap hegemoni (dominasi satu negara terhadap tatanan global) Barat, khususnya Amerika Serikat (AS). Hal ini tampak dalam kritik mereka terhadap promosi demokrasi liberal dan intervensionisme Barat yang dianggap ancaman oleh Rusia dan Cina.
Kedua, baik Rusia maupun Cina aktif mengembangkan hubungan dengan kawasan non-Barat, seperti Afrika dan Amerika Latin, untuk membangun alternatif terhadap hegemoni Barat dan mempromosikan mereka sebagai model yang "menarik" ketimbang Barat.
Ketiga, terlepas perbedaan rasial keduanya, baik Rusia dan Cina menempatkan kebanggaan terhadap budaya, tradisi dan sejarah masing-masing yang kaya sebagai pondasi patriotisme, sehingga tidak mengejutkan jika kedua negara membawa penghormatan terhadap kekayaan dan keragaman budaya dalam kebijakan luar negeri mereka.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : -
Komentar
()Muat lainnya