Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kemenristekdikti Akan Data Medsos Mahasiswa

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) akan melakukan pendataan media sosial (medsos) dan kontak mahasiswa. Ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari banyaknya hasil penelitian yang menyebut perguruan tinggi rawan terpapar paham radikal atau radikalisme.

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), M Nasir, mengatakan pendataan medsos dan kontak tidak berarti Kemenristekdikti melakukan pelacakan setiap hari. Menurutnya, jika selama mahasiswa tidak terlibat dalam masalah radikalisme, tidak akan ada pelacakan.

"Kalau misalnya di kampus ada kegiatan ekstrem (radikal) maka kita akan lihat medsos dan nomor teleponnya mahasiswa. Dari situ baru kita lacak kepastian mahasiswa tersebut punya jaringan radikal atau tidak," ujar Menristekdikti, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Untuk itu, Menristekdikti mengimbau kepada mahasiswa agar melakukan kegiatan di media sosial dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan aturan hukum di Indonesia. Ia menekankan aturan ini untuk mencegah penyebaran dan ajakan radikal, tapi tidak membatasi mahasiswa dalam memberi kritik dan saran terhadap kebijakan kampus menggunakan media sosial.

Meski perguruan tinggi harus terbebas dari segala bentuk radikalisme, Nasir menyebut kajian-kajian terkait paham radikalisme masih bisa dilakuan.

"Kalau itu di dalam ranah akademik di kelas dan dilakukan secara terbuka, ini silakan. Umpamanya mengkaji tentang aliran Marxisme dan paham radikal lain, itu silakan. Tapi jangan sampai tidak terbuka dan melakukan praktik radikalisme," jelasnya.

Untuk itu, Nasir menyarankan jika mahasiswa hendak melakukan kajian tersebut harus melibatkan dosen sebagai bentuk pendampingan. Kalau terdeteksi ada radikalisme atau intoleransi di kampus, ia akan memanggil rektor serta mahasiswa untuk diberi edukasi.

"Rektor juga harus bertanggung jawab. Saya tidak ingin radikalisme terjadi di kampus. Itu kalau terdeteksi ada radikalisme atau intoleransi akan dipanggil rektor lalu diedukasi. Tidak serta merta mahasiswa dikeluarkan," tegasnya.

Selain menangkal radikalisme, Nasir juga menyebut perguruan tinggi harus terbebas dari kekerasan, termasuk ketika menjalankan kegiatan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB). Terkait ini, ia telah membuat kebijakan rektor bertanggung jawab atas penyelenggaraan PKKMB dan tidak boleh mendelegasikan tanggung jawab kepada mahasiswa.

"Kalau berkoordinasi dengan mahasiswa silakan, tapi mendelegasikan tanggung jawab dalam PKKMB tidak boleh. Semua harus dikendalikan oleh rektor dan boleh dikoordinasikan dengan kemahasiswaan," jelasnya.ruf/E-3

Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top