Senin, 17 Mar 2025, 12:45 WIB

Kemenperin Targetkan Sembilan Sektor Ikut Carbon Trading Tahun 2027

Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Andi Rizaldi pada acara Sosialisasi AIGIS 2025 di Jakarta, Senin (17/3)

Foto: istimewa

JAKARTA-Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan sembilan subsektor industri untuk bisa ikut dalam perdagangan karbon (carbon trading) pada tahun 2027.

Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Andi Rizaldi menjelaskan, sembilan sektor tersebut yakni semen, tekstil, baja/logam, pulp dan kertas, keramik dan kaca, makanan dan minuman, pupuk, alat transportasi, dan sektor kimia.

"Paling cepat 2027, karena perlu data inventory minimal dua tahun," ucap Andi pada acara Sosialisasi AIGIS 2025 di Jakarta, Senin (17/3)

Dipaparkan Andi, untuk mewujudkan hal tersebut pihaknya memerlukan data seberapa besar batas-batas emisi yang mampu dicapai oleh masing-masing sektor, mengingat tiap subsektor industri memiliki perbedaan.

Menurut Andi pihaknya tidak bisa melakukannya secara sendiri, perlu kolaborasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk mengakselerasi hal tersebut, sehingga penurunan emisi (dekarbonisasi) di sektor industri bisa dilaksanakan sesuai dengan target Enhanced-Nationally Determined Contribution (E-NDC) sebanyak 912 juta ton pada tahun 2030.

Lebih lanjut, ia menyampaikan pihaknya bertekad untuk mempermudah skema administrasi dari laporan industri domestik melalui pelaporan di Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas).

 "Jadi, kami ingin industri ini tidak terlalu banyak pekerjaan administratif membuat laporan segala macam, cukup satu kali laporan ke SIINas," katanya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan penerapan industri hijau di dalam negeri, turut menjadi solusi untuk menghadapi berbagai tantangan global, seperti mitigasi perubahan iklim, serta akselerasi dekarbonisasi.

"Dengan penerapan industri hijau diharapkan dapat menjawab berbagai isu dan tantangan ke depan seperti perubahan iklim dan dekarbonisasi,” kata dia

Menperin menyampaikan, saat ini Indonesia mempunyai lebih dari 3.600 gigawatt energi hijau yang bersumber dari energi terbarukan, seperti air, angin, matahari, panas bumi, gelombang laut, dan bio energi. Oleh karena itu menurut dia, Indonesia harus terus konsisten dalam mengimplementasikan pemajuan industri hijau.

Untuk mewujudkan implementasi industri yang ramah lingkungan tersebut, pihaknya telah menetapkan standardisasi industri hijau (SIH) yang dalam standar tersebut ada indikator penurunan gas rumah kaca (GRK) sesuai dengan target E-NDC sebanyak 912 juta ton pada tahun 2030.

"Industri hijau juga dapat digunakan sebagai tools dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) guna mencapai target yang telah ditetapkan,”pungkas Andi.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan: