Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kemajuan Ekonomi Digital Perlu Didukung Industri Telekomunikasi Sehat

Foto : istimewa

forum seluler

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Infrastruktur digital, termasuk jaringan telekomunikasi, pusat data, dan platform digital, merupakan tiang utama yang menopang industri digital. Tanpa infrastruktur yang kuat dan handal, tidak akan mungkin bagi bisnis dan perekonomian digital untuk berkembang.

Infrastruktur digital yang baik adalah landasan yang diperlukan untuk menghubungkan masyarakat, memfasilitasi transaksi daring, dan mengaktifkan layanan digital lainnya. Operator telekomunikasi adalah pilar dalam menopang industri dan perekonomian digital di Indonesia, serta akan terus berperan penting di masa depan.

Operator seluler bertanggung jawab untuk membangun dan memelihara infrastruktur telekomunikasi yang kuat dan handal, sehingga memungkinkan bisnis digital, layanan publik digital, dan inovasi lainnya untuk berkembang dengan optimal.

"Namun keberhasilan industri dan perekonomian digital Indonesia sangat tergantung pada peran operator telekomunikasi dalam menyediakan konektivitas yang luas, cepat, dan andal kepada masyarakat serta membantu menciptakan ekosistem digital yang inklusif dan inovatif," ujar CEO Selular Media Network, Uday Rayana dalam Selular Business Forum (SBF) 2023 Senin (2/9).

Ia mengatakan pemahaman ini, penting bagi pemerintah dan semua pemangku kepentingan untuk memberikan dukungan yang kuat kepada operator seluler. Mereka memerlukan kondisi yang kondusif bagi operator telekomunikasi dalam menjalankan perannya.

Kolaborasi yang erat antara operator telekomunikasi, pemerintah, dan sektor lainnya diyakini akan membantu memajukan industri dan perekonomian digital Indonesia, serta mempersiapkan masa depan yang lebih cerah di era digital yang terus berkembang.

Tidak Baik-baik Saja

Ia memaparkan, saat ini industri telekomunikasi memiliki peran yang semakin strategis, terutama sebagai enabler bagi industri lainnya. Namun sayangnya yang terjadi justru kondisinya sedang tidak sedang baik-baik saja.

Sejak memasuki masa kejenuhan (saturated) pada 2013, pertumbuhan industri telekomunikasi khususnya selular, kini tidak lagi tinggi. Jika sebelumnya bisa tumbuhdouble digit,sekarang sudahsingle digit.

Berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS), industri telekomunikasi tumbuh melambat ke level 7,19 persen secara tahunan. Fakta ini menjadi alarm bagi ekosistem industri teknologi digital yang mampu tumbuh tinggi saat pandemi Covid-19.

Pertumbuhan yang melambat juga tercermin dariaverage revenue per user(ARPU). ARPU merupakan salah satu indikator kesehatan industri telekomunikasi. ARPU yang rendah pada akhirnya tentu akan berkontribusi pada pencapaian laba yang juga kurang optimal, sehingga mempengaruhi upaya operator dalam melakukan investasi dan melayani pelanggan dengan baik.

Tiga dekade lalu, sebelum maraknya layanan data dan sosial media, ARPU operator telekomunikasi, khususnya selular mencapai 75.000 - 100.000 rupiah. Namun di akhir 2022, tidak ada satu pun operator selular yang ARPU gabungannya (prabayar dan pascabayar) menyentuh angka 50.000 rupiah.

Masalah Operator

Uday juga menyebut terdapat enam persoalan utama yang mendera industri telekomunikasi khususnya seluler, sehingga tumbuh stagnan hingga saat ini. Keenam permasalah tersebut yakni regulasi super ketat, tarif data yang terbilang murah, dan kebutuhan frekuensi terus meningkat namun harga spektrum sangat mahal.

"Masalah selanjutnya adalah besarnyaregulatory charges, dari BHP frekuensi hingga USO, kewajiban membangun hingga pelosok namun minim insentif, serta Ketimpangan kebijakan operator seluler dibandingkan penyelenggara OTT (over the top)," kata Uday.

Imbas dari berbagai permasalahan tersebut membuat industri telekomunikasi tidak maksimal dalam mengembangkan peran sebagai enabler di era digital yang berkembang pesat saat ini. Untuk kembali sehat, diperlukan solusi-solusi yang bersifat komprehensif.

Menggantikan PNBP

Anggota Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Indonesia (ATSI) Rudi Purwanto dalam diskusi tersebut mengatakan ATSI memberikan usulan kepada pemerintah. Usulan tersebut di antaranya mengganti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang selama ini menjadi beban operator seluler dengan hal lainnya.

"Saat iniregulatory chargeuntuk operator seluler lebih dari 10 persen dan tidak sehat. Kami berharap pemerintah dapat mengganti PNBP termasuk Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi dengan pemerataan jaringan hingga daerah pelosok, meningkatkan ranking kecepatan internet di Indonesia yang tertinggal," ujarnya.

"Selain itu, mempercepat penetrasi dan pemerataan infrastruktur digital, meningkatkan GDP & Pajak, membuka lapangan kerja dan usaha, meningkatkan bandwidth per kapita, meningkatkan konektivitas untuk industri 4.0, IKN,smart city, KEK, DWSP dan lain-lain dan meningkatkan ekonomi digital," sambungnya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif mengungkapkan, sejauh ini kecepatan internet Indonesia masih tertinggal dari negara tetangga yang bahkan belum lama merdeka. Permasalahannya karena pemerataan jaringan yang belum baik.

"Kalau perbandingan antara Singapura dan Jakarta mungkin kita tidak kalah tetapi kalau berbicara Indonesia ya kita jelas tertinggal," ungkapnya.

Ia menuturkan, jangan bicara kualitas terlebih dahulu, yang lebih penting baginya adalah pemerataan. Setelah pemerataan, baru bisa meningkatkan kualitasnya. Oleh karenanya pada pemain industri dengan pemerintah perlu satu visi dalam memajukan ekonomi digital.

Direktur Penataan Sumber Daya Ditjen SDPPI Kementerian Kominfo Denny Setiawan mengatakan, untuk menyehatkan industri telekomunikasi perlu revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Komunikasi dan Informatika.

"Semoga dengan revisi PP ini juga dapat memajukan operator telekomunikasi. Kami juga akan tampung dan kaji terlebih dahulu usulan dari ATSI, bahwa kami juga memiliki target dari Kemenkeu terkait PNBP. Supaya target terpenuhi, tetapi keberlanjutan operator bisa juga terus berlanjut," ungkap Denny.

Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Keuangan Wawan Sunarjo juga mengungkapkan pihaknya akan sangat terbuka jika operator telekomunikasi keberatan dengan PNBP yang sudah ditetapkan.

"Kami juga akan menerima usulan dari ATSI terkait pengurangan PNBP dan diganti dengan janji yang telah disampaikan seperti Mempercepat Penetrasi/coverage dan pemerataan infrastruktur digital; Meningkatkan GDP & Pajak; Membuka lapangan kerja dan usaha. Tetapi harus lebih detail laporannya sehingga pertanggungjawabannya jelas," ungkapnya.

Ia mengungkapkan, Kementerian Keuangan juga tidak ingin ada operator telekomunikasi yang tutup karena beban PNBP dirasa memberatkan. Jika hal ini berdampak pada terjadinya PHK maka hal ini akan merepotkan karena ujungnya harus menggunakan APBN untuk memberi bantuan sosial.

Sementara itu pengamat ekonomi digital, Direktur Ekonomi Digital CELIOS Nailul Huda menyebut ekonomi digital harus dinikmati segala kalangan termasuk di daerah 3T. Untuk mencapainya tentu dunia industri dan pemerintah harus saling bahu membahu.

"Pemerintah juga memberikan insentif dan insentif ini diharapkan dapat membuat operator telekomunikasi kita jadi lebih baik lagi pendapatannya bahkan bisa dua digit," tandasnya.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top