Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Krisis Bahan Makanan I Warga di Argentina Mengais Sampah untuk Mencari Makan

Kelaparan Global Meluas, Jangan Anggap Sepele Inflasi Pangan

Foto : Sumber: FAO - KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Krisis kelaparan global semakin meluas karena dipicu oleh faktor geopolitik yang menyebabkan gangguan produksi dan jalur distribusi serta pengaruh perubahan iklim akibat pemanasan global.

Faktor geopolitik seperti konflik di beberapa negara produsen pangan telah berimbas pada lonjakan harga, sehingga membebani negara-negara yang sangat menggantungkan kebutuhan pangannya melalui impor dari negara lain.

Kalau Kepala bantuan PBB, Martin Griffiths, pekan lalu, mengeluarkan peringatan ke Dewan Keamanan bahwa hampir lima juta orang di Sudan dalam beberapa bulan ke depan bisa menderita kelaparan parah karena dilanda perang, maka di Argentina dalam cengkeraman krisis ekonomi yang parah.

Argentina berjuang untuk mengatasi percepatan kenaikan harga, yang berdampak buruk pada daya beli masyarakat Argentina. Negara dengan perekonomian terbesar ketiga di Amerika Latin tersebut dikejutkan dengan laju inflasi bulanan yang lambat lebih dari diperkirakan, mencapai 13,2 persen month-on-month (mom) pada Februari 2024. Laju inflasi tahunan Februari naik menjadi 276,2 persen year on year (yoy).

Inflasi yang menghantam daya beli masyarakat dan meningkatkan tingkat kemiskinan itu menyebabkan sejumlah warga bahkan mengais sampah untuk bertahan hidup, demi mendapatkan makanan.

Mencermati fenomena global tersebut, pemerintah Indonesia diminta tidak menganggap sepele inflasi pangan, khususnya beras, yang sudah mulai melanda Indonesia sejak paruh kedua tahun 2023 lalu.

Pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga, Surabaya, Gitadi Tegas Supramudyo, mengatakan pemerintah jangan meremehkan inflasi pangan, khususnya beras yang masih terasa hingga saat ini.

"Indonesia negara agraris, seharusnya memiliki semangat swasembada. Sayangnya, saat ini terganggu dengan semakin besarnya impor. Padahal, cadangan sembilan bahan pokok bisa menjadi alternatif dalam menghadapi fluktuasi harga di pasar," kata Gitadi.

Tren kenaikan harga, jelasnya, selalu terulang karena banyak faktor seperti kebijakan yang tidak cerdas dan tidak jelas membuat posisi tawar negara terhadap pengusaha tertentu yang lemah.

"Akibatnya, kepentingan rakyat menjadi nomor sekian karena banyak intervensi. Dalam implementasi kebijakan pemenuhan kebutuhan masyarakat, pemerintah seharusnya konsisten dengan policy instruments yang komprehensif. Bahan pokok akan memperoleh kemapanan dan keamanannya ketika negara siap, misalnya untuk gabah bagaimana kemudian grand design perwujudan swasembada selama ini," kata Gitadi.

Darurat Pangan

Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, mengatakan jajarannya akan refocusing anggaran untuk lebih memprioritaskan sektor pangan dan mendukung kesejahteraan petani di tengah tantangan ketersediaan pangan akibat dampak fenomena El Nino.

Refocusing penting dilakukan karena Indonesia saat ini dalam kondisi darurat pangan akibat dampak fenomena alam El Nino yang melanda hampir seluruh dunia. El Nino tahun ini telah menurunkan produksi nasional karena sebagian sentra mengalami gagal panen. Dia khawatir jika masalah pangan tidak teratasi dengan baik, ke depan akan berujung pada konflik sosial, bahkan gangguan keamanan di seluruh negeri.

"Ingat Pak, kalau krisis pangan terjadi maka pemerintah bisa kacau balau, konflik sosial terjadi, dan berujung pada gangguan keamanan. Makanya, pidato Bung Karno dulu dikatakan bahwa pangan adalah mati-hidupnya sebuah bangsa. Ini saatnya kita menyatu dan gandengan tangan," katanya.

Dia juga berharap agar komunikasi dan kolaborasi antarpihak terus dilakukan untuk memperkuat peran petani yang tengah berjuang melakukan produksi. Salah satunya pengawasan anggaran pompa dan benih untuk petani.

"Tolong jangan putus komunikasi Pak Dandim, kepala balai, Kajari, Kapolres, Dirjen, kadis, dan lain lain. Ini kita lakukan supaya gerakan pompa ini berjalan masif di seluruh Indonesia. Kami ada anggaran dua triliun rupiah untuk maksimalkan pertanaman," katanya.

Deputi bidang Kebijakan Pembangunan BRIN, Mego Pinandito, sebelumnya mengatakan di Indonesia perubahan iklim menimbulkan dampak yang signifikan pada kenaikan suhu 0,3 derajat Celsius dan penurunan curah hujan setiap tahun sebesar 2-3 persen.

"Musim penghujan menjadi lebih pendek dan sebaliknya, musim kemarau perlahan-lahan menjadi lebih panjang. Perubahan ini tentu berdampak pada proses hidrologi dan sumber daya air, perubahan siklus air, kenaikan suhu bumi, kenaikan muka air, dan terjadinya iklim ekstrem," papar Mego.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top