Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kekerasan Atas Nama Agama Terjadi Lagi, Rumah Penghayat Kepercayaan Dirusak Warga di Sulut

Foto : VOA/Reuters

Ilustrasi - Pengikut aliran minoritas Islam Ahmadiyah memadamkan masjid yang terbakar di Desa Ciampea, Jawa Barat, 1 Oktober 2010.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - SETARA Institute menyatakan perusakan Wale Paliusan, rumah tinggal dan tempat berkumpul penghayat kepercayaan Lalang Rondor Malesung (Laroma) itu menyebabkan sebagian besar dinding runtuh dan puingnya berhamburan ke meja makan saat keluarga sedang sarapan. Perusakan kedua kembali terjadi pada tanggal 22 Juni 2022 saat subuh dengan merobohkan pohon kelapa yang menyebabkan Wale Paliusan rata dengan tanah.

Dalam keterangan pers yang diterima VOA, SETARA mengatakan pelaku menjustifikasi rangkaian perusakan tersebut dengan stigma bahwa penghayat sesat dan menyembah setan. Berita palsu bahwa penghayat tidak memiliki dasar hukum resmi dan berbagai stigma yang menyudutkan penghayat sudah cukup lama beredar di daerah tersebut, hingga bereskalasi menjadi perusakan Wale Paliusan. Perusakan itu dilakukan seorang oknum rohaniwan, sedangkan dua orang lainnya mengintimidasi keluarga itu dengan stigma sesat dan menyembah berhala.

Rentetan perusakan ini meninggalkan trauma bagi keluarga. Berdasarkan penelusuran SETARA Institute, tiga korban saat ini masih dalam proses pemulihan dan kondisinya sangat lemah. Seorang korban bahkan sampai dua kali jatuh pingsan karena stres. Seorang anak yang melihat langsung puing-puing jatuh saat ia sedang makan juga terdampak syok.

"SETARA Institute mengecam provokasi oknum rohaniwan yang memantik dan bahkan terlibat dalam perusakan Wale Paliusan. Rohaniwan seharusnya berperan dalam merawat perdamaian, bukan justru memecahbelah dengan terlibat menyebarkan provokasi, berita palsu, dan stigma. Keterlibatan oknum rohaniwan menandakan betapa seriusnya permasalahan ini," kata peneliti kebebasan beragama/berkeyakinan SETARA Institute, Syera Anggreini Buntara dihubungi VOA, Jumat (24/6).

"Hal ini karena rohaniwan merupakan tokoh yang dihormati, dan dalam diri rohaniwan melekat wewenang moral, yang berpotensi membuat orang-orang (khususnya para pengikut/umat rohaniwan) memandang keputusan oknum rohaniwan tersebut adalah tepat dan menggerakkan mereka untuk juga berperilaku intoleran," tambahnya.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top