![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Kejar Pertumbuhan Agresif, Keuntungan atau Risiko Ekonomi?
Pembangunan Ekonomi - Strategi Perekonomian Jangan Abaikan Azas Pemerataan dan Keadilan
Foto: istimewaJAKARTA - Pemerintah diminta jangan terlalu mengejar target pertumbuhan ekonomi tinggi berbasis pendekatan moneter yang berfokus pada pengaruh pasokan uang terhadap perekonomian. Pendekatan seperti ini bisa menjebak suatu negara, bahkan jika tak ditopang struktur ekonomi kuat.
Pemerhati isu kemiskinan Sustainability Learning Center (SLC), Hafidz Arfandi menjelaskan, dengan simulasi sederhana, asumsi pertumbuhan penduduk 1 per per tahun, pertumbuhan ekonomi 6 persen dan kurs dollar tetap, produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia baru memcapai kategori high income country, yaitu melewati angka 12 ribu dollar AS pada 2043.
Pendekatan ini sering dijadikan acuan untuk melihat upaya menuju Indonesia maju saat 100 tahun Indonesia pada 2045. Namun pemahaman tentang negara maju perlu dicermati secara hati-hati.
"Jangan sampai yang dikejar hanya pendekatan secara monetar yang justru akan menjebak untuk mendorong pertumbuhan signifikan terus menerus dengan mengabaikan dampak dari kualitas pembangunan yang merata dan dirasakan oleh masyarakat," tegasnya.
Hafidz mencontohkan eksploitasi sumber daya alam (SDA) berlebihan atau proses hilirisasi yang berorientasi pragmatis dalam meningkatkan laju pertumbuhan secara drastis namun tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan maupun multiplier effect ekonominya.
Untuk mencapai status negara maju, pertumbuhan harus konsisten di atas 6 persen sehingga strategi yang diperlukan harus berkelanjutan dan mengedepankan multiplier effect, misalnya untuk komoditas mineral seperti nikel, terbukti hilirisasi mampu menaikkan laju pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) hingga dua digit di 2 provinsi Sulawesi Tengah dan Maluku Utara.
Namun, lanjutnya, umur cadangan nikel yang ada bila menggunakan skala eksploitasi yang sekarang maka estimasi hanya bertahan 15-20 tahun saja, apabila produksi ditambah akan lebih cepat lagi durasinya, akibatnya pasca sumber daya tersebut habis justru akan terjadi penurunan.
"Fenomena ini menunjukan gejala 'Growth without development', di mana pertumbuhan tinggi tetapi tak berdampak pada kehidupan masyarakat sekitar, melainkan hanya perputaran semu saja," tegasnya.
Indonesia, menurutnya, bisa belajar dari Tiongkok, dimana secara moneter Tiongkok baru masuk ke level negara high income pada 2022. Namun secara kualitas infrastruktur, SDM dan daya saing ekonomi Tiongkok sudah satu dekade sebelumnya mampu bersaing dengan negara-negara maju.
Sebelumnya, Bank Dunia menekankan ekonomi Indonesia harus tumbuh minimal 6 persen per tahun untuk mencapai status negara berpendapatan tinggi pada 2035. Direktur Negara Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Carolyn Turk menegaskan meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil di angka 5 persen, diperlukan reformasi lebih lanjut untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing sektor swasta.
Pertumbuhan Berkualitas
Peneliti Mubyarto Institute Awan Santosa mengatakan Indonesia perlu meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkualitas, inklusif, transformatif, demokratis, dan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi ini didorong peningkatan produktivitas ekonomi rakyat, berbasis produk lokal, koperasi dan UMKM, serta ramah lingkungan.
Pertumbuhan itu ditopang fundamental ekonomi kokoh, sehingga tidak rentan terhadap gejolak dan krisis ekonomi/ keuangan global. "Pertumbuhan ekonomi seperti ini tidak hanya meningkatkan pendapatan per kapita, tetapi juga mendorong transformasi dan demokratisasi ekonomi nasional," tegasnya.
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Di Forum Dunia, Presiden Prabowo Akui Tingkat Korupsi Indonesia Mengkhawatirkan
- 2 Inter Milan Bidik Puncak Klasemen Serie A
- 3 Program KPBU dan Investasi Terus Berjalan Bangun Kota Nusantara
- 4 Polda Kalimantan Tengah Proses Oknum Polisi dalam Kasus Penipuan Pangkalan Gas Elpiji
- 5 India Incar Kesepakatan Penjualan Misil dengan Filipina Tahun Ini