
Kebocoran Keuangan Terjadi di Semua Lapisan dan Bidang selama 30 Tahun
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) - Rachmat Pambudy
Foto: antaraJAKARTA - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy menyatakan, kebocoran keuangan negara terjadi di dalam semua lapisan dan bidang.
“Kebocoran itu bisa dari berbagai sisi. Kebocoran dari penerimaan, kebocoran dari pengeluaran, dan kebocoran dari inefisiensi, dan ini terjadi dalam semua lapisan dan juga terjadi di semua bidang,” ujarnya dalam acara Peluncuran Whistle Blowing System (WBS) 2.0 di Jakarta, Jumat.
Menurutnya, kebocoran Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) saat ini angkanya di atas 30 persen dan telah berlangsung sejak 30 tahun lamanya. Sumber utama dari kebocoran APBN adalah korupsi yang melibatkan pengusaha, birokrasi, legislatif, hingga penegak hukum.
"Berdasarkan data Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi atau Perception Corruption Index Indonesia tahun 2023 skornya masih 34 dari 100 dan ini berada di peringkat 115 dari 180 negara. Jadi indikator korupsi, indeks persepsi korupsi sejalan, sejalan dengan prestasi kita di banyak segi,” kata Rachmat seperti dikutip Antara.
Kemudian, potensi kerugian negara turut berasal dari penambangan ilegal yang diperkirakan mencapai Rp105 triliun per tahun.
Judi online juga disebut memberikan kerugian ekonomi hingga Rp900 triliun pada tahun 2024.
“Kebocoran masih ditambah lagi kebocoran-kebocoran lain karena belanja-belanja yang tidak pas. Mulai dari belanja negara sampai belanja rumah tangga, belanja rumah tangga sampai belanja individu, dan belanja individu itu terjadi pada hal-hal yang seharusnya sudah dilarang, ada belanja narkoba. Jadi, sekarang belanja narkoba sudah menjadi bagian dari kebocoran yang harus menjadi bagian yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan, yang seharusnya kita atasi,” ungkap Pambudy.
Tidak Bisa Disangkal
Guru Besar Tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Profesor Rizal Edi Halim mengatakan, dengan kapasitas sebagai menteri/kepala Bappenas apabila Rachmat mengatakan itu tentu sudah tak bisa disangkal lagi. Apalagi sebenarnya isu ini sudah cukup lama juga. Sewaktu Presiden Prabowo masih menjadi kontestan di perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) sebelumnya, isu ini sudah sering diungkapkan. “Artinya, kalau pejabat publik yang bicarakan bahwa ada indikasi kebocoran, itu sudah valid,” tegas Rizal
Rizal Edi mengatakan, dirinya sepakat bahwa masalah kebocoran ini harus dibereskan, diperbaiki dan dievaluasi. Evaluasinya mulai dari penerimaan, penggunaan dan pengeluaran. Yang dievaluasi juga potensi potensi penerimaan negara yang sudah masuk sebagai penerimaan negara, termasuk di sektor sektor pertambangan.
Memang penerimaan negara harus dioptimalkan. Upaya lainnya papar Rizal yakni harus ada pengontrolan penerimaan negara ini ketika dibelanjakan. Apalagi pengeluaran APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) di setiap kementerian/lembaga sering tidak efektif, tidak mencapai sasaran, dan menjadi sia sia.
“Saya pikir efisiensi belanja yang menjadi fokus pada saat berbicara mengenai kebocoran pengeluaran APBN ini,” tandas Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN RI) periode 2020-2023 itu
Untuk sektor pertambangan yang memang banyak indikasi terjadi kebocoran, tentu harus dirapikan kembali, baik tata niaga, perizinan dan sebagainya.
Pengamat politik sekaligus Wakil Rektor Tiga, Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam, mengatakan,kebocoran tersebut jika terus dibiarkan jelas akan menghambat target pemerintah mencapai Indonesia Maju pada 2045.
"Otomatis kebocoran-kebocoran semacam inu akan menghambat program-program yang susah payah sudah direncanakan. Padahal pemerintahan Prabowomenargetkan pertumbuhan ekonomi yang cukup fantastis, 8 persen.
Dengan target seperti itu apa mungkin bisa dicapai kalau anggarannya berkurang. Yang terjadu justru infesiensi anggaran karena akhirnya kurang produktif, hanya besar di cicilan utangnya. Apalagi presiden sudah mencanangkan percepatan menuju Indonesia Emas, tentu akan tambah berat.
Kebocoran hanya bisa diatasi dengan tindakan hukum yang tegas. Kalau dikatakan selama ini jalan di tempat, berarti harus ada reformasi hukum, dan ini butuh political will yang kuat dari banyak pihak," tuturnya.
Redaktur: M. Selamet Susanto
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Cegah Tawuran dan Perang Sarung, Satpol PP Surabaya Gencarkan Patroli di Bulan Ramadan
- 2 AWS Dorong Inovasi Melalui Pendidikan Berbasis STEAM
- 3 Persija Jakarta Kini Fokus Laga Lawan PSM Makassar
- 4 Penemuan Fosil Purba di Tiongkok Mengubah Sejarah Evolusi Burung
- 5 Harimau Memangsa Hewan Ternak Warga Mukomuko Bengkulu