Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 25 Feb 2025, 01:15 WIB

Kebergantungan Impor Bawang Putih Harus Dikurangi

Kemandirin Pangan - Beri Insentif Konkret bagi Petani Khususnya Subsidi Benih dan Pupuk

Foto: antara

JAKARTA - Di tengah upaya Pemerintah mendorong swasembada pangan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) malah menyampaikan pernyataan yang ironis yakni akan mengimpor bawang putih sebesar 21 ribu ton pada pada Maret dan pada April 2025 sebesar 14.600 ton.

Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Pengamanan Pasar Kemendag, Tommy Andana dalam rapat Inflasi Daerah secara daring di Jakarta, Senin (24/2) mengatakan rencana impor itu berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri.

Tommy mengatakan Kemendag telah mengumpulkan importir yang telah memiliki perizinan impor (PI) serta mengimbau agar mempercepat realisasi importasi bawang putih dan bagi importir yang barangnya sudah masuk agar segera melakukan pendistribusian.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Masyhuri yang diminta tanggapannya mengatakan kebijakan impor tersebut menunjukkan adanya kelemahan dalam pengelolaan sektor pertanian, khususnya dalam produksi bawang putih lokal.

Menurut Masyhuri, sekitar 90 persen kebutuhan bawang putih nasional masih dipenuhi dari impor, terutama dari Tiongkok.

“Impor ini terjadi karena produksi dalam negeri belum cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional. Ada tantangan dalam budidaya, ketersediaan benih berkualitas, serta insentif bagi petani untuk menanam bawang putih dalam skala besar,” jelasnya.

Selain itu, harga bawang putih impor yang lebih murah dibandingkan produk lokal. Persaingan harga itu membuat bawang putih lokal kurang kompetitif di pasar, sehingga lebih sulit bagi petani dalam negeri untuk bersaing,” tambahnya.

Pemerintah sebelumnya telah mencanangkan target swasembada bawang putih untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Namun, realisasinya masih jauh dari harapan.

“Untuk mencapai swasembada, tidak cukup hanya dengan membatasi impor, tetapi juga harus ada kebijakan jangka panjang yang serius. Pemerintah harus memberikan insentif yang lebih konkret bagi petani, termasuk subsidi benih, pupuk, serta peningkatan infrastruktur pertanian,” kata Masyhuri.

Meskipun bawang putih tidak sepenting beras, swasembada bawang putih juga sangat penting mengingat di masa-masa tertentu harga bawang bisa melonjak sangat tinggi sehingga memberatkan konsumen. Selain benih, Masyhuri juga menekankan pentingnya irigasi agar luas lahan pertanian bawang putih meningkat.

“Selama kebijakan impor masih menjadi solusi jangka pendek, target swasembada pangan hanya akan menjadi wacana. “Jika pemerintah ingin mewujudkan kemandirian pangan, harus ada upaya lebih serius dalam membangun ekosistem pertanian yang kuat. Tanpa itu, impor akan tetap menjadi pilihan utama setiap kali ada lonjakan permintaan atau penurunan produksi dalam negeri,” katanya.

Pertanian Tradisional

Diminta pada kesempatan berbeda, pengamat pertanian dari Fakultas Pertanian, Sains dan Teknologi, Universitas Warmadewa (Unwar), Denpasar, Bali I Nengah Muliarta mengatakan kebergantungan Indonesia pada impor bawang putih menjadi sorotan. Meskipun upaya memperkuat produksi dalam negeri telah dilakukan, kenyataannya masih jauh dari optimal.

“Rencana Kemendag mencerminkan ketidakmampuan kita untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik secara mandiri,”tegas Muliarta.

Masalah itu berakar dari berbagai faktor. Pertama, ketersediaan dan kualitas bawang putih lokal sering kali tidak dapat bersaing dengan produk impor. “Banyak petani kita yang masih menggunakan teknologi dan praktik pertanian tradisional, yang mengakibatkan hasil panen yang tidak maksimal,”paparnya.

Selain itu, kurangnya akses terhadap bibit unggul dan pelatihan dalam teknik budidaya modern menambah tantangan yang dihadapi.

Kebergantungan pada impor tidak hanya berdampak pada petani, tetapi juga pada stabilitas harga di pasar. Ketika harga bawang putih impor lebih murah, petani lokal terpaksa menjual produk mereka dengan harga yang lebih rendah, yang pada gilirannya mengancam keberlangsungan hidup mereka.

Selain itu, kebergantungan itu juga memunculkan risiko keamanan pangan, terutama saat pasokan terhambat.

Untuk mengatasi hal itu, perlu melakukan investasi yang serius dalam teknologi pertanian dan memberikan pelatihan bagi petani. “Pemerintah juga harus mendukung kebijakan yang mendorong produksi lokal, termasuk memberi subsidi dan akses ke pasar yang lebih baik,”ucap Muliarta.

Penelitian untuk mengembangkan varietas bawang putih sesuai dengan kondisi iklim lokal sangat penting.

Sementara itu, pengamat pertanian dariUPN Veteran Jawa Timur, Surabaya, Zainal Abidin, mengatakan, seperti komoditas yang lain, seharusnya persoalan impor bawang putih dapat diantisiapi jauh hari karena selalu dilakukan setiap tahun.

“Saya kira ini seperti kebutuhan lainnya akan selalu naik setiap momen tahunan seperti sekarang. Maka, seharusnya sudah bisa diantisipasi jauh hari jika ada keinginan,” pungkasnya.

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.