Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penegakan Hukum

Kasus Likuidasi Evergrande Tiongkok Ditunda hingga Januari 2024

Foto : ISTIMEWA

Pengadilan Hong Kong memutuskan Evergrande memiliki waktu hingga akhir Januari 2024 untuk menyusun rencana restrukturisasi guna menghindari likuidasi.

A   A   A   Pengaturan Font

HONG KONG - Pengadilan Hong Kong, pada Senin (4/12), memutuskan memberi perpanjangan waktu hingga akhir Januari 2024 kepada raksasa properti asal Tiongkok, Evergrande untuk menyusun rencana restrukturisasi, sehingga memperpanjang tenggat waktu yang dapat berujung pada likuidasi perusahaan tersebut.

Dikutip dari France 24, sempat menjadi pengembang real estat terbesar di Tiongkok, Evergrande telah melaporkan liabilitas lebih dari 300 miliar dollar AS dan permasalahannya telah menjadi simbol krisis properti yang telah berlangsung selama bertahun-tahun di negara tersebut.

Seorang kreditur tahun lalu mengajukan petisi penutupan di Hong Kong terhadap China Evergrande Group, yang akan memulai proses likuidasi, namun kasus tersebut berlarut-larut ketika para pihak mencoba menjadi perantara kesepakatan di luar pengadilan.

Hakim Linda Chan, pada Senin, menunda kasus ini hingga 29 Januari, sebuah penangguhan hukuman setelah sebelumnya mengatakan 4 Desember akan menjadi batas waktu Evergrande sebelum menunjuk likuidator independen dari firma akuntansi Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG).

Chan mendesak Evergrande, pada Senin, untuk melakukan diskusi lebih langsung dengan otoritas terkait untuk memastikan apa yang ada di meja bisa dilakukan.

Dia menekankan transparansi juga merupakan kuncinya, menanyakan apakah perusahaan Tiongkok tersebut berencana mengeluarkan pengumuman mengenai pembaruan restrukturisasi.

Gagal Bayar

Runtuhnya Evergrande, yang pertama kali mengalami gagal bayar pada tahun 2021 dan menyatakan kebangkrutan di Amerika Serikat pada tahun ini, telah diawasi dengan ketat karena pernah menjadi pilar perekonomian Tiongkok.

Sektor konstruksi dan properti Tiongkok pernah menyumbang sekitar seperempat PDB negara tersebut.

Namun Presiden Tiongkok, Xi Jinping, menganggap utang yang diperoleh Evergrande dan perusahaan properti lainnya merupakan risiko yang tidak dapat diterima bagi sistem keuangan Tiongkok dan kesehatan ekonomi Tiongkok secara keseluruhan.

Pihak berwenang secara bertahap memperketat akses pengembang terhadap kredit sejak tahun 2020, dan gelombang gagal bayar pun menyusul. Pada akhir Juni, Evergrande memperkirakan memiliki utang sebesar 328 miliar dollar AS.

Evergrande, pada bulan Maret, menawarkan untuk membiarkan kreditor menukar utang mereka menjadi surat utang baru yang diterbitkan oleh perusahaan dan ekuitas di dua anak perusahaan, Evergrande Property Services Group dan Evergrande New Energy Vehicle Group.

Negosiasi terhenti pada bulan September ketika ketua perusahaan Xu Jiayin dikenakan tindakan wajib dari otoritas Tiongkok atas dugaan "kejahatan".

Perusahaan tersebut mengatakan pada bulan yang sama bahwa mereka tidak dapat menerbitkan utang baru karena anak perusahaannya di Tiongkok, Hengda Real Estate Group, sedang diselidiki.

"Evergrande harus menyesuaikan kembali atau menyusun ulang proposalnya karena dilarang menerbitkan obligasi atau saham," kata pengacara perusahaan, Jose-Antonio Maurellet.

"Perusahaan tersebut malah akan mengusulkan untuk menerbitkan sertifikat untuk kedua anak perusahaan tersebut, yang masih diperdagangkan sebagai perusahaan tercatat dan memiliki nilai," kata Maurellet.

"Evergrande akan menggunakan waktu dua bulan ke depan untuk menyempurnakan lebih lanjut skema tersebut dan mencari dukungan kreditor," tambahnya.

Pengacara Shine Global, kreditor yang mengajukan petisi, mengatakan kepada pengadilan bahwa mereka tidak akan secara aktif mengupayakan likuidasi, sebuah langkah yang mengejutkan beberapa kreditor lainnya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top