Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 04 Agu 2018, 05:00 WIB

Kaderisasi Calon Pemimpin

Foto: KORAN JAKARTA/ONES

Dunia perpolitikan Indonesia masih sangat kental dengan pengusungan figur. Fanatisme luar biasa pun ditunjukkan hingga seakan rela mati demi figur yang diusung. Tentu, ini bukan kondisi ideal. Terlalu kuatnya faktor figur juga seringkali menyebabkan kebergantungan seperti dalam pengambilan keputusan, baik di tingkat daerah maupun nasional.

Contoh, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dan memiliki hak prerogatif untuk menentukan calon-calon legislatif dan kepala daerah. Di satu sisi, ini strategi partai. Namun, di sisi lain kebijakan tersebut seakan menghilangkan peran kepengurusan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Kemudian, Gerindra dan Demokrat juga ada figur kuat Prabowo Subianto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Padahal kedua partai tersebut sempat dipimpin figur lain. Gerindra pernah dipimpin Suhardi dan Demokrat oleh Anas Urbaningrum. Memang telah melewati mekanisme musyawarah partai, namun kembalinya figur lama sebagai Ketua Umum Partai seakan menunjukkan ada yang tidak beres dalam proses kaderisasi.

Masih ada beberapa contoh lain. Sebenarnya, diperlukan kaderisasi yang lebih kuat dan terukur pada partai-partai politik yang akan secara langsung mempengaruhi kondisi politik, sosial, dan ekonomi nasional. Amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 6A ayat (2) mengatakan, pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

Bahkan, setelah sempat diujimaterikan ke Mahkamah Konstitusi pun ditolak. Maka, peran partai menjadi sangat krusial dalam memunculkan sosok yang tepat untuk menjadi pasangan calon presiden dan calon wakil. Dalam menjamin ketersediaan stok berkualitas untuk calon-calon presiden dan wakil kelak, diperlukan perencanaan dan persiapan lewat kaderisasi yang baik.

Kaderisasi yang baik ditunjukkan dengan adanya kenaikan posisi dan tanggung jawab secara berjenjang dari tingkat kabupaten/ kota ke tingkat provinsi hingga nasional. Sebab, untuk memahami sesuatu yang besar, berskala nasional, diperlukan pemahaman-pemahaman pada masalahmasalah lebih kecil dulu.

Presiden Joko Widodo dapat menjadi contoh yang mengawali karier politik dari tingkat kota saat menjadi wali kota Solo, sebelum akhirnya memenangkan pilkada DKI. Dia kemudian menjadi presiden. Joko Widodo membuktikan mampu bekerja di tingkat kota dan provinsi, lalu tingkat nasional. Rakyat semakin pintar dan menuntut bukti konkret hasil kerja seseorang. Rekam jejak sangat penting.

Suksesi

Kaderisasi partai sangat mirip proses suksesi kepemimpinan korporasi. Tahapannya, dimulai dari identifikasi posisiposisi kunci yang untuk kader, hingga mengevaluasi proses kaderisasi yang telah berjalan. Di tingkat kabupaten/kota terdapat posisi-posisi penting dan strategis yang perlu diisi kader terbaik dari partai.

Oleh karena itu, partai dapat menentukan kualitas secara pribadi kebutuhan agar dapat maksimal dalam mengemban jabatan - jabatan tersebut. Kualitas pribadi tersebut dapat dijabarkan sebagai hard dan soft skill serta kepribadian, termasuk sikap. Untuk menangkap pribadi terbaik, partai perlu mengadakan tahapan penilaian seperti lewat diskusi kelompok dan survei kepada masyarakat.

Hasilnya, dibahas lebih lanjut dalam tingkat lebih tinggi. Akhirnya menentukan kader partai yang akan mengisi posisi. Ini pun menandakan, tahapan suksesi kepemimpinan berlanjut ke pemberian pelatihan untuk membentuk hard dan soft skill serta kepribadian dan sikap. Tahapan pelatihan menjadi kunci sukses kaderisasi.

Pelatihan yang baik dan terukur, termasuk dengan adanya pengawasan setelah pelatihan akan menjamin terbentuknya lulusan terbaik. Maka, diperlukan evaluasi secara berkala terhadap kader-kader yang telah mengikuti pelatihan. Branding terhadap kader juga menjadi aspek penting berikutnya, apalagi dalam kondisi pemilihan umum, baik tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota.

Branding yang kuat dan jelas akan mempermudah kader dipilih masyarakat. Ini seperti pada Presiden Joko Widodo saat akan maju menjadi Gubernur DKI Jakarta, branding sangat kuat, sehingga memuluskan langkah, termasuk akhirnya menjabat kepala negara. Apabila seorang kader telah terpilih pada suatu skala tertentu , maka langkah berikutnya mempersiapkannya agar mampu dipercaya ke tugas lebih besar dan lebih luas.

Tentu, kader tersebut harus juga dapat memberikan bukti saat berada pada skala yang lebih kecil. Hasil konkret akan lebih mudah diterima masyarakat. Memang proses suksesi kepemimpinan yang ideal seperti sekarang dibahas membutuhkan biaya tidak sedikit. Namun, bila memang tujuan partai-partai politik untuk berkontribusi nyata bagi bangsa dan negara, hasil yang didapatkan sangat sebanding dengan investasi.

Kader-kader yang terpilih untuk mengikuti tahapan kaderisasi juga harus benar-benar serius mengikuti seluruh rangkaian. Tidak ada yang instan. Semua butuh proses. Kaderisasi adalah proses yang tidak sebentar. Bila ingin mengikuti hitungan ideal, diperlukan paling cepat 12 tahun hingga akhirnya seseorang siap maju sebagai calon presiden.

Rinciannya, dua tahun sebagai proses kaderisasi awal sebelum maju sebagai calon bupati/wali kota atau wakil bupati/wali kota. Lima tahun sebagai proses kaderisasi dan pembuktian untuk maju sebagai calon gubernur dan wakil gubernur. Kemudian, lima tahun sebagai proses kaderisasi dan pembuktian untuk maju sebagai calon presiden, wakil presiden.

Semoga partai-partai politik segera mulai memperhatikan dengan serius proses kaderisasi agar bisa meninggalkan pengusungan figur yang sama terus-menerus. Harapannya, paling tidak tahun 2024, stok pemimpin nasional yang berkualitas semakin banyak.

MuhammadIbrahim Isa, Supervisor Human Resources Talent Bank HSBC Indonesia

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.