
#KaburAjaDulu, Hassan Wirajuda: Keresahan Anak-anak Muda Ini Perlu Didengarkan Pemerintah
Mantan Menlu RI Hassan Wirajuda.
Foto: antara fotoBEIJING - Diplomat veteran yang juga mantan menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda menilai tren tagar #KaburAjaDulu yang berkembang di sejumlah platform media sosial merupakan ekspresi anak muda yang perlu didengarkan oleh pemerintah sekaligus diberikan penjelasan yang cukup mengenai kondisi terkini negara lain.
"Menurut saya #KaburAjaDulu adalah ekspresi orang muda. Biasa saja dan yang tua coba lebih toleran. Jangan membercandai. Didengar saja. Jangan dibikin ruwet. Itu kan ekspresi khas orang muda yang resah,"kata Hassan Wirajuda di Beijing, Rabu (19/2).
Karena itu, "Yang tua jangan memperburuk, dan mempersulit dengan membuat komentar yang membuat orang muda lebih marah," katanya menambahkan.
Tren tersebut populer di media sosial setelah banyak warga negara Indonesia (WNI) yang sedang bekerja di luar negeri menyarankan netizen untuk mengikuti jejak mereka bekerja di luar Indonesia.
Tren tersebut meluas setelah para WNI yang bekerja di luar negeri itu menyebutkan banyak keuntungan yang bisa diperoleh jika bekerja di luar negeri, termasuk mendapatkan upah yang tinggi dan kualitas hidup yang lebih baik.
"Keresahan itu wajar saja, bisa dimengerti karena misalnya ada kekhawatiran atas efisiensi anggaran negara. Mestinya saat disebut akan ada penghematan maka sudah diantisipasi bahwa akan ada keresahan. Ini soal komunikasi publik," kata Hassan yang juga Rektor Universitas Prasetiya Mulya itu.
Menurut Hassan, anak muda perlu diberikan kebebasan untuk mencari ilmu maupun pengalaman di luar negeri.
"Tapi bila mau keluar, harus tahu medannya. Contoh di Amerika Serikat dan banyak negara lain, termasuk Eropa, sensitif terhadap pekerja migran.Apalagi di bawah pemerintahan yang makin kanan. Jadi serba antiasing, antimigran, antiislam. Kita mau keluar negeri tanpa tahu itu? Tidak bisa," tegas Hassan.
Menurut Hassan, di banyak negara, khususnya negara-negara yang terlibat konflik seperti di Afrika, setidaknya ada 96 juta orang yang siap keluar untuk mencari perlindungan keamanan maupun kehidupan ekonomi yang lebih baik. Sementara negara-negara tradisional penerima pengungsi dan pekerja migran sudah tutup pintu.
"Peta itu yang harus dijelaskan. Inggris dan AS yang biasa disebut sebagai negara tujuan pekerja migran sekarang kondisi ekonominya menurun, dan bahkan Presiden Trump mulai memulangkan para pekerja migran. Jadi hal ini perlu dicermati dan disampaikan ke orang muda dibanding menganggap keresahan itu tidak ada sama sekali," ungkap Hassan.
Sebelumnya, menanggapi tren #KaburAjaDulu yang berkembang di media sosial tersebut, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding mendorong peningkatan kapasitas para pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja di luar negeri.
Menteri Karding menganggap tren yang menyoroti menariknya peluang kerja di luar negeri tersebut sebagai hal positif.
Namun, dia menekankan tentang perlunya bagi masyarakat untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan mereka sebelum memilih bekerja di luar negeri.
Redaktur: Sriyono
Penulis: Sriyono
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Cegah Tawuran dan Perang Sarung, Satpol PP Surabaya Gencarkan Patroli di Bulan Ramadan
- 2 Gawat, Kredit Macet Pinjol Kian Mengkhawatirkan, Jumlahnya Sangat Fantastis
- 3 AWS Dorong Inovasi Melalui Pendidikan Berbasis STEAM
- 4 Gagal Eksplorasi, Kampus Urung Kelola Tambang
- 5 KLH dan Norwegia Bahas Perluasan Kerja Sama Bidang Lingkungan
Berita Terkini
-
Wali Kota Yogyakarta Pimpin Deklarasi Peduli Sampah di HPSN 2025
-
Nestle Berdayakan Peternak dan Tenaga Kerja Lokal
-
Diikuti 2.650 Atlet, IPSI Sumsel Gelar Kejurnas di Palembang
-
Berantas Sarang Nyamuk, Dinkes Lampung Ajak Masyarakat Gerak Serentak
-
J-Hope BTS akan Tampil di Panggung Utama Lollapalooza Berlin