Selasa, 17 Des 2024, 06:50 WIB

Pengamat: Rendahnya Pengetahuan Masyarakat Dieksploitasi 'Pemain' Judol

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Bina Nusantara (Binus) Malang, Frederik M. Gasa mengatakan, masalah judi online (judol) bukan menjadi isu yang harus disepelekan, sebab merusak masa depan bangsa

Foto: istimewa

JAKARTA-Pengamat Komunikasi Politik Universitas Bina Nusantara (Binus) Malang, Frederik M. Gasa mengatakan, persoalan judi daring atau judi online (judol) nampaknya bukan menjadi isu yang harus disepelekan.

Tingginya kasus hukum yang menjerat warga negara Indonesia di Kamboja tentu menjadi indikator bahwa masyarakat kita sedang tidak baik-baik saja. "Ada masalah mental dan mindset di masyarakat yang perlu ditangani serius,"tegasnya, Senin (16/12).

Frederik yang juga konsen pada isu digital mengatakan, dari sisi komunikasi para pelaku judi online ini paham betul cara mempromosikan permainannya ke masyarakat. Sepersekian keuntungan diputar untuk modal iklan dan bayar influencer dengan maksud agar masyarakat mudah terhipnotis dan pada akhirnya menjadi candu. Lemahnya literasi digital jadi alasan kuat mengapa banyak masyarakat Indonesia kemudian mudah terpengaruh iklan dan pesan-pesan influencer,"ungkap Frederik.

Hal lain yang menjadikannya lebih buruk adalah saat ini para "pemain" sangat paham dengan pola algoritma media sosial. Ia masuk dalam setiap konten yang berseliweran di media sosial dan masuk kedalam alam bawah sadar pengguna media sosial. Akhirnya dari hanya sekedar mencoba-coba, kemudian jadi candu. 

"Tentu fenomena ini harus ditangani secara serius oleh seluruh elemen masyarakat. Pemerintah perlu membekali masyarakat dengan literasi digital sedari kecil, dan barangkali jadi sama urgennya dengan memberi makan gratis,"ungkapnya

 Selain itu, sepertinya butuh inovasi baru juga dalam hal penciptaan lapangan kerja, lengkap dengan segala turunannya, terutama jika kita berbicara mengenai upah atau pendapatan. Dari sisi masyarakat, perlu juga untuk lebih aware dan membiasakan diri dalam hal-hal yang lebih produktif.

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI mengungkapkan bahwa jumlah kasus hukum yang menjerat warga negara Indonesia (WNI) di Kamboja pada tahun ini mencapai 2.321, 77 persen di antaranya, atau 1.761 kasus, terkait penipuan daring.

 Dalam jumpa pers di Jakarta pada Senin (16/12), Direktur Pelindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Judha Nugraha mengatakan ada tren peningkatan jumlah WNI yang atas keinginan sendiri bekerja di industri judi daring di luar negeri, khususnya Kamboja.

Hal itu terlihat dari semakin beraninya bandar penipuan dan judol yang terang-terangan menawarkan pekerjaan sebagai pengelola penipuan daring dengan gaji yang menggiurkan.

Redaktur: Lili Lestari

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan: