Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
PERSPEKTIF

Jual Beli Jabatan Pemerintah Daerah

Foto : ANTARA/Sigid Kurniawan/pras.

Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadi Sastra

A   A   A   Pengaturan Font

Penangkapan kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/wali kota, sepertinya sudah biasa, bukan lagi menjadi berita besar, mengapa? Karena tidak ada efek jera atas sejumlah operasi tangkap tangan atau OTT. Kepala daerah masih saja melakukan tindak pidana korupsi, dengan beragam modus.

Yang paling anyar, tentu Bupati Cirebon, Jawa Barat, Sunjaya Purwadisastra. Petahana yang kembali memenangkan pertarungan untuk kali kedua ini sebenarnya belum dilantik. Sayang, dia terjerat dalam arus korupsi yang dibuatnya sendiri. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rupanya sudah mencium gelagat tak beres bupati "Kota Udang" ini.

Apa yang dilakukannya sehingga mengorbankan posisi dan jabatan prestisius di Kabupeten Cirebon? Sang Bupati rupanya melakukan praktik jual beli jabatan di daerahnya. Setiap jabatan yang dipegang bawahannya, ada harganya. Waduh, padahal sekarang zaman keterbukaan. Era KPK lagi giat-giatnya mengawasi kinerja kepala daerah.

Karena itu, usai OTT, KPK dalam keterangan persnya, Kamis (25/10), menyatakan bahwa pihaknya sudah menetapkan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra sebagai tersangka suap jual beli jabatan serta terkait proyek dan perizinan. Selain Bupati Cirebon, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Cirebon, Gatot Rachmanto, juga jadi tersangka.

Wakil Ketua KPK, Alexander Mawarta, menduga Sunjaya Purwadi menerima 100 juta rupiah dari Gatot Rachmanto selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Cirebon.

KPK juga menetapkan Gatot sebagai tersangka. Kasus Sunjaya menambah deretan kepala daerah yang pernah terjerat perkara jual beli jabatan, seperti Bupati Klaten Sri Hartini sebagai tersangka jual beli jabatan pada Desember 2016. Sri Hartini diduga menerima suap terkait dengan promosi jabatan dalam pengisian susunan organisasi dan tata kerja organisasi perangkat daerah.

Kemudian, Bupati Nganjuk Taufiqurrachman pada 25 Oktober 2017. Dia diduga menerima suap sebesar 298 juta terkait mutasi jabatan Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Nganjuk. Setelah itu, ada Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko, pada awal Februari 2018 bersama Plt Kepala Dinas Kesehatan Jombang Inna Silestyowati.

KPK menduga Inna menyuap Nyono agar bisa menjadi pejabat definitif. Ternyata jauh sebelumnya, KPK memang sudah memperkirakan bahwa modus jual beli jabatan terjadi hampir di 90 persen daerah seluruh Indonesia.

Modus yang digunakan pun beragam. Untuk bupati petahana, kata Pahala, modusnya menggunakan kepala-kepala dinasnya sebagai tim sukses. Begitu juga dari pemerintah, Mendagri Tjahjo Kumolo pada akhir April lalu mengingatkan bahwa sejumlah area rawan korupsi yang bisa menjerumuskan kepala daerah adalah jual beli jabatan.

Tapi, sinyal peringatan dari Mendagri seperti tidak didengar kepala daerah. Masyarakat harus melakukan sesuatu, paling tidak langkah konkret untuk menyelamatkan para kepala daerah yang masih baik dan ingin memajukan daerahnya. Masih banyak kepala daerah yang begitu bersemangat dan punya ide-ide visioner untuk berbuat demi peningkatan kesejahteraan dan kemajuan daerahnya.

Salah satu yang harus dilakukan adalah memberi pemahaman, praktik jual beli jabatan dan sejenisnya hanya akan menjerat kepala daerah dalam lubang korupsi. Mungkin perlu juga gerakan dari para pegiat antikorupsi dan elemen yang peduli pada kemajuan daerah dan kepemimpinan lokal.

Baca Juga :
Curi Start Pilpres

Contoh, dengan memberikan daftar kepala daerah yang melakukan korupsi lewat berbagai modus dan kini mendekam di penjara. Sosialisasi soal informasi ini bisa menjadi peringatan bagi kepala daerah yang berniat korup.

Komentar

Komentar
()

Top