Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Antisipasi Krisis - Beri Insentif Investasi untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Jokowi: Waspadai Dinamika Ekonomi Global

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan seluruh pejabat Kabinet Kerja agar mewaspadai perkembangan ekonomi global yang terus berubah sangat dinamis, terutama terkait nilai tukar rupiah.

"Saya ingin mengingatkan terkait dengan pelaksanaan APBN 2018, maupun rancangan APBN 2019 agar diwaspadai, diantisipasi mengenai dinamika ekonomi dunia yang terus berubah sangat dinamis, bergerak sangat dinamis," kata Presiden.

Kepala Negara menyampaikan hal itu saat memberikan sambutan dalam Sidang Kabinet Paripurna terkait Lanjutan Pembahasan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2019 dan Kapasitas Fiskal Tahun 2019, di Istana Negara, Jakarta, Senin (5/3). Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS belakangan ini cenderung tertekan, bahkan mencapai nilai terendah dalam dua tahun terakhir.

Hal itu terutama karena ekspektasi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Fed Fund Rate (FFR) pada 22 Maret mendatang. Pada Senin sore, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta melemah lima poin menjadi 13.756 rupiah dibandingkan posisi sebelumnya di 13.751 rupiah per dollar AS.

Menurut Jokowi, yang perlu diantisipasi mulai dari pergerakan suku bunga dalam hal ini FFR, harga komoditas dunia, arus modal masuk dan keluar, serta nilai tukar rupiah. Sebab, hal itu dapat memengaruhi perekonomian dan daya saing bangsa. "Termasuk munculnya kecenderungan beberapa negara tujuan ekspor kita dalam menerapkan kebijakan perdagangan yang protektif, yang proteksionis, yang mengharuskan kita memperkuat daya saing ekspor kita," kata Presiden.

Tren perdagangan global mulai protektif, terutama setelah Presiden AS Donald Trump berencana mengenakan bea masuk untuk impor baja dan aluminium. Rencana itu memancing mitra dagangnya untuk mempersiapkan aksi balasan terhadap berbagai produk asal AS sehingga berpotensi menyulut terjadinya perang dagang.

Guna mengantisipasi hal itu, Presiden meminta perwakilan Indonesia di negara lain terus mencari area pasar baru bagi komoditas Indonesia. "Saya kira juga sudah saya sampaikan pada saat pertemuan dengan duta besar bahwa kita harus mencari pasar-pasar alternatif untuk ekspor, pasar-pasar nontradisional sehingga pasar kita semakin meluas," jelas Jokowi.

Terkait keterbatasan APBN, Presiden meminta ada inovasi secara sinergi yang melibatkan seluruh pihak, baik BUMN maupun swasta. "Saya juga ingin agar pada akhir bulan ini yang berkaitan dengan single submission untuk mendorong investasi, untuk memberikan insentif-insentif kepada investasi. Ini betul-betul harus bisa kita selesaikan karena dengan inilah kita bisa mendorong pertumbuhan ekonomi kita menjadi lebih baik lagi," tegas Jokowi.

Tidak Gratis

Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan pelemahan rupiah hingga menembus 13.800 rupiah per dollar AS dipicu oleh pernyataan Gubernur Bank Sentral AS, Jerome Powell, tentang kemungkinan kenaikan suku bunga lebih cepat. "Bukan karena masalah dalam negeri," kata dia.

Darmin meminta BI melakukan pengendalian, meski risikonya cadangan devisa negara akan berkurang. "Tidak ada yang gratisan," ujar Darmin. Sedangkan Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, menambahkan pergerakan nilai tukar rupiah memang harus diwaspadai, tetapi yang terpenting kestabilan ekonomi harus diutamakan.

Mengenai dampaknya ke industri, Airlangga mengaku masih mendalami. Sementara itu, ekonom Universitas Ibnu Khaldun, Achmad Iskandar, menilai fenomena perang dagang ini sebenarnya pelajaran berharga buat Indonesia. Sebab, pengelolaan ekspor-impor Indonesia selama ini kurang kerja keras, terutama dalam membangun industri nasional. Kemerosotan dalam bidang industri membuat nyaris semua bahan pangan didatangkan dari luar negeri.

Menurut Iskandar, dari rezim ke rezim pemerintahan, penekanan untuk memajukan industri dan hebat dalam berdagang masih lemah. Karena itu, perlu digalakkan lagi industrialiasi, diversifikasi produk dan pasar. "Kita kurang fight, selain fight juga kreatif," kata dia. Terkait dengan pelemahan rupiah, Iskandar tidak setuju apabila BI melakukan intervensi pasar.

Dia menilai hal itu sia-sia karena hanya akan menguras devisa negara. "Jadi intervensi itu cost-nya tinggi ya. Jadi kita nggak pernah melakukan cara yang benar-benar. Untuk memperkuat rupiah sejatinya ekspor harus lebih besar dari impor," tukas dia.fdl/ahm/WP

Penulis : Muhamad Umar Fadloli

Komentar

Komentar
()

Top