Jangan Pandang Bulu Berantas Korupsi, Pengemplang BLBI pun Harus Ditindak
Hardjuno Wiwoho Kandidat Doktor Unair Surabaya - Indonesia sebenarnya tidak separah ini jika kasus BLBI dibenahi. Pemerintah harus berani melakukan moratorium pembayaran bunga obligasi rekap BLBI dan menagih hak-hak negara dari para debitor.
Foto: antaraJAKARTA - Komitmen Pemerintah menindak tegas koruptor patut diapresiasi, apalagi jika dilakukan secara masif dan tanpa pandang bulu termasuk menindak mega skandal korupsi yang lama yaitu Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hal itu karena BLBI dan obligasi rekapitalisasi saat krisis moneter 1997- 1998 lalu dampaknya sangat dahsyat terhadap kehidupan rakyat. Akibat skandal yang hingga saat ini tidak ditangani dengan baik itu telah menyengsarakan rakyat hingga kini, bahkan akan terus membebani keuangan negara hingga 2043 mendatang.
Kandidat Doktor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Hardjuno Wiwoho di Jakarta, Jumat (10/1) mengatakan kerugian negara akibat skandal BLBI mencapai ribuan triliun rupiah karena bunganya berbunga lagi, sehingga peningkatannya terjadi secara eksponensial.
“Berlarut-larutnya kasus ini karena pasti melibatkan oknum pejabat yang punya kuasa,” kata Hardjuno. Tekanan pada keuangan negara itu semakin meningkat karena tambahan utang negara yang sudah mencapai 8.500 triliun rupiah. Jumlah utang itu, bisa jadi mencapai 12.000 triliun rupiah karena ada dugaan ditutup-tutupi khususnya utang Pemerintah ke Bank Indonesia (BI) melalui skenario burden sharing. Hal itu terjadi karena BI menjadi stand by buyer jika surat utang yang diterbitkan Pemerintah saat pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu tidak terserap oleh pasar.
Sementara itu, Satuan Tugas (Satgas) BLBI yang dipimpin Mahfud MD saat masih menjabat sebagai Menkopolhukam juga tidak menunjukkan hasil signifikan. Malah ada debitor yang dinyatakan lunas padahal jelas-jelas masih banyak tunggakannya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sistem bunga majemuk pada obligasi rekapitalisasi (OR) BLBI turut menciptakan beban keuangan yang luar biasa. Dana yang seharusnya dikembalikan oleh debitor malah disubsidi hingga 2043. “Bukannya melunasi, para debitor ini justru diuntungkan dengan pembagian dividen.
Undang-undang kita jelas mengatakan, hanya Presiden bersama DPR yang punya wewenang menghapus utang seperti ini. Jadi, release and discharge itu tidak berlaku,” jelasnya. Hardjuno menegaskan, jika kasus BLBI itu tidak ditangani dengan tegas, ekonomi Indonesia akan terus terpuruk.
“Indonesia sebenarnya tidak separah ini jika kasus BLBI dibenahi. Pemerintah harus berani melakukan moratorium pembayaran bunga obligasi rekap BLBI dan menagih hakhak negara dari para debitor,” sarannya. Dia berpendapat, skandal BLBI adalah contoh bagaimana kreditor justru menjadi debitor yang membayar kepada debitor sebenarnya. “Ini hanya terjadi di Indonesia. BLBI adalah pelajaran pahit tentang bagaimana hukum dan keadilan ekonomi dipermainkan,” pungkasnya.
Tidak Transparan
Pada kesempatan terpisah, Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi mengatakan, terkait isu satgas BLBI, sejak mundurnya Mahfud MD sebagai ketua, kinerja Satgas BLBI tak lagi terdengar. Padahal masyarakat sebelumnya menaruh harapan besar terhadap Satgas karena dipandang sebagai langkah serius Pemerintah.
Selain itu tidak adanya transparansi laporan berkala atas kinerja Satgas BLBI menunjukkan lemahnya akuntabilitas publik. “Situasi ini, sekiranya juga patut diduga adanya intervensi politik, karena kita tahu kasus ini melibatkan para elite politik dan ekonomi sehingga sarat kepentingan politik.
Hal itu juga menyebabkan kerugian negara yang mencapai ribuan triliun rupiah belum tertutupi. “Ini juga mencerminkan kegagalan pemerintah mewujudkan keadilan dan pemulihan kerugian negara,” kata Badiul. Minimnya update kinerja Satgas berimbas pada menurunya pengawasan masyarakat.
Padahal sesungguhnya, penyelesaian kasus BLBI itu menjadi perhatian dan sorotan publik dan bisa menjadi alat penguatan komitmen pemberantasan korupsi. Badiul pun mengimbau Presiden Prabowo mengakitfkan lagi Satgas BLBI sampai tertutup kerugian negara dan tercapai terget sebagaimana nilai kerugian negara. Selain itu, DPR juga diharapkan menjadikan kasus BLBI sebagai fokus agenda pemberantasan korupsi dengan memastikan independensi Satgas
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Pemerintah Percepat Pembangunan Sekolah Rakyat
- 2 TNI AD Telah Bangun 3.300 Titik Air Bersih di Seluruh Indonesia
- 3 Program Makan Bergizi Gratis Harus Didanai Sepenuhnya Dari APBN/D
- 4 Basarnas evakuasi jenazah diduga WNA di tebing Uluwatu
- 5 Guru Besar UGM Sebut HMPV Tidak Berpotensi Jadi Pandemi, Ini Alasannya