Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Jangan Kotori Agama

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Amien Rais terus mencari panggung. Setidaknya ada tiga ucapannya yang mengundang kegaduhan. Pernah dia mengkritik tanah negara dikuasai segelintir orang. Pemerintah menanggapinya sebagai omongan yang tidak berdasar. Kemudian dia membagi "Partai Allah" dan "Partai Setan". Masyarakat melihatnya hanya sebagai ucapan yang mencari sensasi.

Terbaru, orang yang baru saja "diruat" budayawan-budayawan Yogyakarta karena ucapannya yang sensional tersebut, menganjurkan agar dalam setiap pengajian disisipkan unsur-unsur politik. Tentang yang terakhir ini, beberapa bulan lalu dalam Kongres Umat Islam Sumatera Utara yang berlangsung di Asrama Haji Medan, Jalan AH Nasution, Medan, Jumat (30/3/2018), Amien mengatakan, "Kita jangan mau dipojokkan pernyataan orang yang agak dangkal, agak konyol, dan sedikit bodoh bahwa 'agama tidak boleh main politik'."

Tak pelak, ucapan Amien ini mengundang komentar di kalangan Islam sendiri, di antaranya datang dari Buya Syafii Maarif. Menurutnya, kegiatan keagamaan tidak boleh disisipi kepentingan politik praktis. Dia mengingatkan, jangan sampai kegiatan keagamaan untuk kepentingan pilkada, pemilu, atau cari pengikut. "Itu tidak benar," ujar Buya Safii, seusai menjadi pembicara dalam kegiatan sarasehan kebangsaan di Gereja St Ignatius, Kota Magelang, Rabu (25/4/2018).

Menurutnya, sekali agama dimasuki politik, pasti akan dipergunakan untuk kepentingan pragmatis. Dia lalu mengutip ucapan Bung Karno yang mengatakan, beragama itu harus beradab, harus berbudaya. Beragama bolehlah, tapi jangan dipakai untuk tujuan rendahan. Jangan kotori agama dengan tujuan-tujuan yang rusak.

Baca Juga :
Jiwa Kesatria

Politik memang sebaiknya tidak usah dibawa ke ruang-ruang keagamaan, apalagi dalam ibadat-ibadat. Kalau di dalam Gereja memang sudah jelas bahwa hanya aktivitas rohani yang boleh masuk di dalamnya. Di dalam Gereja tidak pernah diperbolehkan membawa isu-isu politik karena itu sebaiknya berada di luar. Penegasan Buya Syafii sangat jelas bahwa masjid juga semestinya steril dari masalah-masalah politik.

Para elite mestinya memahami, terdapat ruang yang begitu luas di luar tempat-tempat peribadatan, untuk mengeksplorasi kegiatan politik. Dengan ruang yang begitu luas, diharapkan isu-isu politik tidak usah dibawa ke dalam ruang-ruang peribadatan. Biarlah ruang-ruang peribadatan menjadi tempat intim umat dengan Tuhan. Biarlah ruang-ruang peribadatan menjadi arena komunikasi umat dengan Tuhan.

Hal ini perlu ditegaskan agar ruang suci itu tidak dikotori dengan intrik-intrik yang kerap kali menyertai intensi-intensi politis, sebagaimana ditegaskan Bung Karno, seperti dikutif Buya di atas. Jadi, garis tegas ruang komunikasi politik dan relasi personal manusia dengan Tuhan diharapkan memberi gambaran yang jelas agar para elite tidak memanfaatkan agama sebagai kendaraan untuk menggaet atau memperoleh maksud-maksud politis.

Sebab sudah tak bisa disangkal, di luaran, belakangan semakin banyak orang bersembunyi di balik agama untuk membalut kepentingan-kepentingan politiknya dan bahkan guna menjatuhkan lawan-lawan politik. Langkah demikian jelas mendegradasi nilai-nilai agama itu sendiri. Agama direndahkan menjadi kendaraan politik agar intrik-intrik jahatnya terlihat legal religius, sehingga dapat mengelabuhi rakyat.

Inilah yang sekarang coba diingatkan kaum agamawan sejati agar memisahkan kegiatan politik dengan agama. Biarlah tujuan-tujuan politik berjalan sesuai dengan rel demokrasi yang telah tersedia, tak perlu menghela ayat-ayat kitab suci untuk membungkus intrik-intrik jahat. Mari menjalankan politik 100 persen dan melaksanakan religiusitas 100 persen juga dengan menempatkan tiap-tiap subjek pada gelanggangnya. Semua sudah diberi tempat sendiri-sendiri.

Komentar

Komentar
()

Top