Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kelangkaan BBM | Kelangkaan BBM Diperparah dengan Gap Harga Solar Subsidi dan Nonsubsidi

Jaga Stabilitas Pasokan Solar Subsidi

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kelangkaan pasokan bahan bakar minyak (BBM) solar subsidi dikhawatirkan memicu efek domino di mayarakat, terutama kenaikan biaya transportasi. Sebab, kenaikan biaya transportasi akan berpengaruh terhadap harga pangan di pasaran, terlebih lagi sebentar lagi memasuki Ramadan. Karena itu, PT Pertamina (Persero) perlu menjaga stabilitas pasokan energi, termasuk BBM solar subsidi agar pasar tidak bergejolak.

Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan jika biaya produksi naik maka akan meningkatkan inflasi alias cost push inflation. Biaya transportasi menjadi salah satu komponen penting dalam ongkos produksi.

"Jadi, pasti inflasi meningkat karena jika harga solar naik, sedangkan kita tahu bahwa solar merupakan bahan bakar untuk transportasi. Tentunya ini akan meningkatkan harga pangan, karena distribusi pangan memerlukan transportasi," tegasnya merespons kelangkaan pasokan solar di Jakarta, Selasa (23/3).

Esther memperingatkan inflasi diperparah dengan faktor musiman, seperti Ramadan dan Lebaran karena biasanya konsumsi masyarakat meningkat pada bulan itu, yang kemudian menaikkan inflasi. "Jadi, suplai barang harus tetap terjaga agar stabilitas harga terjaga," ucapnya.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI Dirut Pertamina, Nicke Widyawati, menyebut total konsumsi solar subsidi per Februari sudah jebol 10 persen dari kuota yang ditetapkan. Saat ini, secara produksi dan pasokan Pertamina menjamin ada barangnya.

Namun, dalam hal distribusi diakuinya memang masih terkendala karena saat ini penyaluran solar subsidi oleh Pertamina sudah melebihi kuota. Dia menjelaskan, saat ini semua aktivitas usaha sudah berjalan semua dan industri sudah naik seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang naik lima persen.

Nicke menjelaskan kuota solar subsidi yang dipatok pemerintah tahun ini mencapai 14,9 juta kiloliter (kl), turun lima persen dari jatah pada 2021. "Tetapi, hingga saat ini konsumsi sudah mencapai 16 juta kl. Kami prediksi konsumsi sampai akhir tahun naik 14 persen," sebut Nicke.

Dia menambahkan kelangkaan BBM itu diperparah dengan kondisi gap harga solar nonsubsidi dan solar subsidi mencapai 7.800 rupiah per liter. Dirinya mengakui adanya shifting konsumsi karena disparitas harga ini. Saat ini, realisasi konsumsi solar subsidi sudah 93 persen dan solar nonsubsidi hanya tujuh persen.

Anggota Komisi VI DPR RI, Khilmi, meminta Pertamina untuk selalu memantau traffic penjualan dan kebutuhan solar di berbagai daerah. Hal itu dimaksudkan agar bisa menerapkan peraturan dan kuota jelas sehingga tidak terjadi antrean panjang di SPBU.

Digitalisasi Dipertanyakan

Pengamat Energi, Yusri Usman, mengatakan jika benar seperti yang disampaikan oleh Direktur Pertamina, Nicke Widyawati, bahwa kelangkaan karena adanya penyimpangan distribusi maka itu patut ditelusuri juga.

"Bagaimana proyek digitalisasi SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum) kerja sama antara Pertamina dengan PT Telkom dengan investasi 3,6 triliun rupiah? Program digitalisasi itu untuk mengendalikan potensi kebocoran atau penyimpangan BBM subsidi, karen ada kamera di setiap SPBU merekam semua kenderaan yang mengisi Biosolar dan Premium BBM Penugasan, sehingga SPBU yang melanggar bisa ditindak oleh Pertamina," ungkap Yusri.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top