Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Jaga Citra DPR

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Taufik Kurniawan ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka. Dia diduga menerima suap sebesar 3,65 miliar rupiah dari Muhamad Yahya Fuad, Bupati Kebumen periode 2016-2021, terkait perolehan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik pada APBN-P 2016.

KPK juga menetapkan tersangka Ketua DPRD Kabupaten Kebumen Cipto Waluyo. Dia diduga menerima uang sebesar 50 juta rupiah dalam rangkaian perkara yang sama dengan Taufik. Jeratan terhadap Taufik dan Cipto itu berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 15 Oktober 2016. Saat itu, KPK menangkap beberapa orang, tetapi hanya menetapkan dua tersangka, Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen periode 2014-2019 Yudhy Tri Hartanto dan Sigit Widodo selaku pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten Kebumen.

KPK juga menetapkan korporasi PT Putra Ramadhan atau PT Tradha sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Perusahaan itu menjadi korporasi pertama yang dijerat dengan TPPU. Perusahaan itu dikendalikan oleh Yahya Fuad dalam pengadaan proyek di Pemkab Kebumen dengan meminjam 'bendera' lima perusahaan lain untuk menyembunyikan atau menyamarkan identitas. Setelah memenangi proyek melalui cara 'pinjam bendera', PT Tradha menampung uang dari para kontraktor sebagai commitment fee proyek-proyek di Pemkab Kebumen.

Status tersangka Taufik Kurniawan tentu memperburuk citra DPR. Apalagi yang bersangkutan pimpinan lembaga terhormat yang menjadi rumah dari wakil-wakil rakyat itu. Belum terhapus di ingatan kita ketika status yang sama pernah diemban Setya Novanto selaku ketua DPR saat itu tersangkut korupsi proyek pengadaan KTP elektronik.

Citra lembaga legislatif memang sedang terpuruk akibat ulah anggotanya yang banyak terlibat kasus korupsi. Itu bukan hanya terjadi di tingkat pusat, tapi ke kabupaten/kota. Fungsi anggaran yang menjadi salah satu kewenangan DPR sering dijadikan pintu masuk untuk memeras. Proyek-proyek pemerintah pusat dan daerah menjadi lahan subur praktik korupsi anggota legislatif.

Mayoritas publik sepakat bahwa praktik korupsi di legislatif telah menggurita dan hampir sulit diberantas. Peran DPR dalam membahas anggaran memungkinkan elite politik bersentuhan dengan sumber kapital yang membuka peluang terjadinya praktik percaloan anggaran dan proyek. Lembaga legislatif akhirnya menjadi tempat transaksi ekonomi para politisi dan partai politik.

Korupsi sudah menjamak di DPR. Korupsi yang terjadi di Senayan itu adalah bentuk dari pengkhianatan wakil rakyat kepada rakyatnya. Inilah yang menyebabkan munculnya ketidakpercayaan masyarakat kepada anggota dewan. Kasus korupsi terbaru yang menyandung figur Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Taufik Kurniawan turut menambah buram wajah lembaga legislatif di negeri ini. Terutama sekali, DPR RI di era Jokowi.

Marwah DPR jatuh, sejatuh-jatuhnya. Bukan jatuh karena pertentangan politik seperti di masa silam. Mereka rusak, karena image kasus korupsi yang menyeret-nyeret para oknum. Tragisnya, kerusakan itu sudah dianggap biasa. Bahkan, saat pucuk pimpinannya tersandung kasus hukum dan etika, mereka bergeming seolah berlaku peribahasa anjing menggonggong, kafilah berlalu .

Yang lebih mengerikan alih-alih memberikan hadiah perpisahan indah kepada rakyat, menjelang kekuasaan anggota DPR berakhir, mereka malah aji mumpung. Saat ini, mungkin banyak di antara mereka yang tengah sibuk-sibuknya mencari pesangon persiapan pensiun dengan menggadaikan jabatan. Mereka semakin brutal menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan dana membiaya kampanye mereka di Pemilu 2019.

Tetapi seberapa pun buruknya kita memandang DPR, lembaga itu harus tetap dipertahankan dan diselamatkan. Jadikanlah satus tersangka Taufik Kurniawan sebagai momentum untuk memperbaiki citra DPR yang korup. Menduduki jabatan terhormat seharusnya memiliki konsekuensi logis bagi seorang anggota dewan, yakni mampu menjadi teladan bagi masyarakat Indonesia. Perilaku anggota dewan semestinya menjadi contoh Karena itu, menjaga citra anggota dewan menjadi tugas yang amat penting di masa mendatang.

Komentar

Komentar
()

Top