Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Transisi Energi

Izin Pengembang EBT Harus Dipangkas

Foto : ANTARA/APRILLIO AKBAR

PLTS Atap

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah harus memberi insentif kepada investor yang giat mengembangkan pembangkit listrik EBT seperti PLTS Atap, hydro, maupun panas bumi. Insentif tersebut bisa dalam bentuk memperpendek masa pembangunan, memudahkan perizinan agar biaya produksi lebih efisien.

Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) sebelumnya meminta PT PLN (Persero) menjalankan Peraturan Menteri ESDM dengan tidak membatasi pemanfaatan PLTS Atap hanya 10-15 persen dari kapasitas listrik terpasang di sektor industri.

Ketua Umum AESI, Fabby Tumiwa, menilai kebijakan PLN itu bisa mempengaruhi target energi terbarukan yang dicanangkan pemerintah.

"PLTS Atap komersial dan industri itu salah satu kontributor utama. Jadi, kalau PLTS Atap dihambat, menyebabkan target energi terbarukan yang dicanangkan Presiden Jokowi bisa gagal tercapai," kata Fabby.

Pemerintah sendiri melalui program strategis nasional telah menetapkan PLTS Atap dengan target 3,6 gigawatt pada 2025.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Prijandaru Effendi, mengatakan potensi panas bumi sangat besar, namun masa pembangunannya lama sehingga harga listriknya jadi mahal.

Pemerintah, jelasnya, bisa memperpendek masa pengembangan pembangkit panas bumi agar harga jual listrik lebih murah dan feasible bagi pengembang. "Kalau mengikuti bussines as usual waktu penggarapan panas bumi bisa sampai 12 tahun. Kalau waktunya bisa dikurangi 4-5 tahun, itu bisa menurunkan harga jual listrik," kata Prijandaru.

Dia mencontohkan tender PPA (purchasing power agreement) dengan PLN bisa tiga tahun dan juga perizinan di semua level juga lama. "Pengembang tidak bisa bertahan dalam situasi seperti itu karena harus menanggung cost sampai 10-12 tahun, sementara pendapatannya baru muncul di tahun ke-11, bahkan bisa di tahun ke-14. Kalau bisa dikurangi 4-5 tahun, akan membantu pengembang," katanya.

Direktur Panas Bumi, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Harris Yahya, mengatakan ada enam poin yang bisa mempercepat pengembangan EBT di Indonesia, yakni Rancangan Perpres tentang harga EBT, Penerapan Permen ESDM tentang PLTS Atap, Mandatori bahan bakar nabati (BBN), pemberian insentif fiskal dan nonfiskal, kemudahan perizinan usaha, dan mendorong demand ke arah energi listrik.

Harus Efisien

Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energi, Ahmad Yuniarto, mengatakan perusahaan pengembang panas bumi harus bisa mencapai efisiensi tinggi agar harganya bisa kompetitif. PGE berkomitmen terus mengembangkan panas bumi dan memastikan implementasi Environment, Social, and Governance (ESG) menjadi bagian terintegrasi dari bisnis panas bumi PGE.

"Penerapan ESG memberi nilai tambah serta dukungan PGE pada program pemerintah memanfaatkan EBT yang ramah lingkungan," tutupnya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top