Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Dana Publik | Kebijakan Tapera Disangsikan Atasi Masalah "Backlog" Perumahan

Iuran Tapera Picu Pengurangan Pekerja

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Program iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dikhawatirkan bisa menggerus perekonomian nasional. Selain menyebabkan penurunan produk domestik bruto (PDB), program tersebut juga berisiko terhadap pengurangan tenaga kerja.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, memperingatkan kebijakan ini dapat menyebabkan hilangnya 466,83 ribu pekerjaan. "Hal ini menunjukkan kebijakan iuran wajib Tapera berdampak negatif pada lapangan kerja, karena terjadi pengurangan konsumsi dan investasi oleh perusahaan," tegasnya kepada Koran Jakarta, Senin (3/6).

Bhima mengatakan meskipun ada sedikit peningkatan dalam penerimaan negara bersih sebesar 20 miliar rupiah, namun jumlah tersebut sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain.

Seperti diketahui, Peraturan Pemerintah (PP) 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera dianggap memberatkan pekerja yang harus diwajibkan ikut dalam kepesertaan Tapera. Iuran kepesertaannya pun cukup besar dengan penghitungan persentase dari gaji atau upah.

Jika pekerja berpendapatan di atas upah minum regional (UMR), maka setiap bulan gajinya dipotong 2,5 persen. Di tengah pelemahan ekonomi dan daya beli masyarakat, tentu potongan tersebut sangat memberatkan.

Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, menyampaikan kebijakan Tapera berdasarkan hasil simulasi ekonomi menyebabkan penurunan produk domestik bruto (PDB) sebesar 1,21 triliun rupiah, yang menunjukkan dampak negatif pada keseluruhan output ekonomi nasional.

"Perhitungan menggunakan model input-output juga menunjukkan surplus keuntungan dunia usaha turut mengalami penurunan sebesar 1,03 triliun rupiah dan pendapatan pekerja turut terdampak, dengan kontraksi sebesar 200 miliar rupiah , yang berarti daya beli masyarakat juga berkurang dan menurunkan permintaan berbagai jenis sektor usaha," kata Huda.

Huda juga mencermati dampak selama kebijakan Tapera berjalan, masalah backlog perumahan juga belum dapat diatasi. Bahkan jika ditarik lebih jauh ke model Taperum, masalah backlog perumahan ini masih belum terselesaikan. "Adapun alasan backlog sempat alami penurunan lebih disebabkan oleh perubahan gaya anak muda yang memilih tidak tinggal di hunian permanen atau berpindah-pindah dari satu rumah sewa ke rumah lainnya," kata Huda.

Pekerja Informal

Secara terpisah, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Herry Trisaputra Zuna, mengatakan nantinya iuran Tapera akan diarahkan juga untuk pekerja informal dan nanti disesuaikan dengan pendapatan rata-rata para pekerja informal. "Nanti dilihat dari average [rata-rata pendapatan], lagi disusun skemanya," ucapnya.

Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menjelaskan kewajiban pekerja mandiri turut menjadi peserta Tapera tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 perubahan PP 25/2020. Sebelumnya, kewajiban tersebut belum diterapkan dalam PP 25/2020, kemudian BP Tapera memiliki kewenangan untuk memasukkan pekerja mandiri agar turut mengiur dalam kebijakan ini.

Baca Juga :
Harga Tetap

"(Pekerja) mandiri adalah para pekerja bukan penerima upah, termasuk pekerja yang ada di sektor nonformal (seperti) ojek online (ojol) maupun kurir," jelas Heru.

Namun, tidak semua pekerja mandiri ini wajib mengikuti iuran Tapera. Ini peruntukan bagi para pekerja yang penghasilannya di atas Upah Minimum Regional (UMR).


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top