Investasi Swasta di DKI Masih Minim
Foto: istimewaPerekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2017 tumbuh 6,48 persen, lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebesar 5,63 persen secara year on year (yoy). Pertumbuhan tersebut tercatat yang tertinggi dalam kurun waktu setahun ke belakang, bahkan tertinggi di seluruh provinsi Pulau Jawa.
Tingginya pertumbuhan ini merupakan indikasi momentum perbaikan ekonomi DKI ke depan. Diperkirakan, pertumbuhan akan berlanjut. Untuk mengetahui lebih jauh masalah ini, wartawan Koran Jakarta, Annisa Ibrahim, mewawancarai Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi DKI, Doni P Joewono, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Berikut petikan selengkapnya.
Apa yang mendorong pertumbuhan ekonomi DKI pada triwulan I-2017 mencapai 6,48 persen?
Tingginya pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh dorongan dari konsumsi rumah tangga akibat meningkatnya optimisme dan keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi Ibu Kota. Didorong juga oleh akselerasi investasi bangunan oleh pemerintah melalui proyek infrastruktur. Sayangnya, investasi swasta masih perlu didorong. Konsumsi pemerintah juga belum optimal, ini menjadi tantangan bagi pemerintah selanjutnya.
Bagaimana pertumbuhan ekonomi selanjutnya?
Kami optimistis Jakarta ada di poin 6,23 persen di triwulan berikutnya. Dari sisi permintaan seperti konsumsi rumah tangga, investasi, dan impor akan terakselerasi dibandingkan dengan tahun 2016. Konsumsi rumah tangga dan ekspor akan tumbuh melambat.
Dari sisi penawaran seperti perdagangan, konstruksi, industri pengolahan serta transportasi dan pergudangan akan terakselerasi dibandingkan tahun 2016, sedangkan jasa keuangan tumbuh melambat.
Apa tantangan yang dihadapi pemerintah baru?
Kami mulai dari jangka pendek. Jakarta selalu menghadapi musim dan siklus, yaitu tekanan pertumbuhan karena penghematan belanja Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN). Tekanan inflasi yang dipengaruhi oleh kenaikan administered prices dan volatiled food serta yang sudah saya sampaikan di awal yaitu minimnya investasi swasta.
Jangka menengah, Jakarta mempunyai keterbatasan faktor produksi. Lahan untuk produksi semakin terbatas, air bersih pun susah, dan UMP tinggi. Jangka panjang, punya hambatan utama yang belum bisa diselesaikan, seperti macet akibat pertumbuhan kendaraan tinggi, namun transportasi umum belum memadai. Sistem drainase maupun kanal belum optimal sehingga banjir rob sering mengancam.
Strategi apa yang dilakukan untuk mengatasinya?
Jangka pendek, DKI harus mendorong pertumbuhan melalui optimalisasi belanja APBD, mendorong proyek-proyek koefisien lantai bangunan, dan mendorong ekspektasi positif. Untuk tekanan inflasi, peran BUMD harus dioptimalkan dengan cara penyediaan supply. N-3
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis:
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Dorong Sistem Pembayaran Inklusif, BI Hadirkan Tiga Layanan Baru BI-Fast mulai 21 Desember 2024
- 2 Kenaikan PPN 12% Bukan Opsi Tepat untuk Genjot Penerimaan Negara, Pemerintah Butuh Terobosan
- 3 Pemerintah Harus Segera Hentikan Kebijakan PPN 12 Persen
- 4 Desa-desa di Indonesia Diminta Kembangkan Potensi Lokal
- 5 Libur Panjang, Ribuan Orang Kunjungi Kepulauan Seribu
Berita Terkini
- Jadwal Operasional MRT Berubah Selama Libur Natal dan Cuti Bersama
- Pj. Gubernur Adhy Minta Wali Kota Pasuruan Lakukan Percepatan Pembangunan
- Arus Lalu Lintas Mudik Natal 2024 Terpantau Masih Lancar
- Seskab Teddy Angkat Suara Soal Presiden Erdogan “Walk Out” Saat Pidato Prabowo
- Jepang dan AS Salahkan Korea Utara atas Pencurian Kripto Senilai $300 Juta